Jumat, 21 Agustus 2015

mengapa sulit menerapkan pertanian organik skala luas?

Konsep organic farming mungkin mulai booming semenjak masyarakat dunia mulai melirik tajam pada jargon "Back to nature". berbagai dampak negatif model pertanian konvensional dalam seperti yang ditulis pada  http://nad.litbang.pertanian.go.id menyebutkan bahwa  pencemaran air tanah dan air permukaan oleh bahan kimia pertanian berupa :
- Membahayakan kesehatan manusia dan hewan
- Menurunkan keanekaragaman hayati
- Meningkatkan resistensi organisme pengganggu
- Menurunkan produktivitas lahan karena erosi dan pemadatan tanah.
kesadaran akan jargon "kembali ke alam" menjadikan para ahli menilik konsep sustainable agriculture atau pertanian berkelanjutan. konsep ini ditelurkan dalam gagasan bertani secara organik (Organic farming). dalam konsep ini, sistem budidaya dikembalikan seperti pada zama sebelum pertanian modern, yakni dengan menggunakan dari alam untuk alam, zero input of cemical compounds

Gagasan ini fokus pada pengelolaan tanaman. yakni menitik beratklan pada pemberian pupuk organik dan pestisida organik. dua hal ini menjadi menjadi hal yang paling disoroti karena berdampak sangat besar bagi berbagai sektor, terutama ekonomi dan ekologi. Pertanian organik sangat menekankan menggunakan  pupuk organik dan pestisida organik. 

Dalam obrolan bersama Dr.Ir. Tejo Baskoro, M.Sc, dosen Ilmu Tanah IPB 12 Agustus 2015, beliau mengungkapkan bahwa sistem organic farming belum cukup bisa diterapkan pada bagian pemupukan untuk produksi skala nasional/luas. mengapa demikian?

Setiap tanaman hanya menyerap unsur hara dalam bentuk senyawa tertentu saja, misal nitrat dan amonium untuk N, dan lainnya. meskipun diberikan tahi ayam, tahi sapi, urin sapi, pupuk kompos, urea, atau lainnya, tetap saja yang akan diserap tanaman hanya unsur-unsur hara yang demikian, sehingga secara kimia semua sama saja. mungkin yang menjadi pembeda adalah sisi biologi dan fisik yang diakibatkan oleh pupuk tersebut terhadap tanah. bahan organik lebih mampu memperbaiki tanah dalam segi fisik, biologi, dan sebagai hormonal dibandingkan pupuk kimia. namun pupuk kimia jauh lebih efektif dalam pemupukan, karena dosis sedikit bahan kimia mampu mencukupi kebutuhan hara tanaman.

Memang kita ketahui bahwa kebutuhan bahan organik sebagai kompos lebih tinggi dibandingkan pupuk kimia. pupuk kompos seberat 1 ton, mungkin setara dengan pupuk kimia seberat puluhan kilogram saja. padahal kita tahu, untuk memenuhi kebutuhan pangan dan serat di Indonesia membutuhkan pertanian dengan produktivitas tinggi. so? apakah kebutuhan input organik seperti ini bisa diterapkan di skala pertanian nasional jika kita ingin menerapkan organik farming sepenuhnya?

Sangat susah. dan mungkin tidak bisa. Kita tahu dalam konsep pertanian dengan produktivitas tinggi membutuhkan input pupuk yang tinggi pula. kebutuhan sementara pertanian di Indonesia terpenuhi dengan pupuk kimia. belum pernah ada kabar pemenuhan nasional cukup dengan pupuk organik. sehingga jatuhnya,  pemenuhan kebutuhan pupuk organik (jika memaksa konsep full organic farming) hanya bisa dilakukan dengan cara memindahkan bahan organik dari tempat lain ke lahan pertanian sasaran untuk memenuhi kebutuhan hara tanaman, mengingat kebutuhan untuk produktivitas yang tinggi. Dengan memindahkan bahan organik dari tempat lain, itu  artinya kita telah merusak sistem lahan di bagian lain (di tempat lain tersebut tidak dilakukan pertanian organik).

Dengan demikian, konsep full organik untuk sektor pupuk tentunya sangat sulit dilakukan, sehingga yang perlu dilakukan tidak perlu sepenuhnya menambahkan bahan organik pada sektor pemupukan, namun dengan pencampuran antara pupuk organik dan nonorganik. dengan begitu, kebutuhan input pupuk tetap terpenuhi sedangkan kualitas tanah tetap terjaga, toh dalam apa yang kita konsumsi tidak ada kaitannya antara residu kimia dari pupuknya, karena yang diserap tanaman walau bagaimanapun tetap unsur-unsur kimia tertentu itu saja.

Sektor yang memang diharapkan full organik adalah bagian pestisida. pestisida sangat jelas telah memberikan efek negatif tidak hanya bagi tanaman dan ekologi, namun juga bagi manusia. Dengan adanya penyemprotan bahan kimia pestisida, sisa kimia residulah yang sangat berbahaya bagi semua makhluk hidup. Dengan begitu, penggunaan pestisida hayati dan pengelolaan hama penyakit terpadu mutlak dilakukan demi menjalankan konsep pertanian organik, dan hal ini sangat beralasan untuk dilakukan.

bagi saya, konsep organik farming full pada sektor pemupukan dapat dilakukan dengan dua catatan, yakni pada pengelolaan tertutup lahan pertanian subur (zero input dari luar), yaitu, sisa  tanaman dikembalikan kepada lahan yang sama dan lahan harus kondisinya subur. dan pada skala non luas, dengan begitu konsep usaha pertanian organik dapat dilakukan pada skala kecil saja.
 (Hasan Brissy)


Related Posts

mengapa sulit menerapkan pertanian organik skala luas?
4/ 5
Oleh

Subscribe via email

Like the post above? Please subscribe to the latest posts directly via email.