Awalnya saya hanya pernah
mendengar sosok Rais Aam PBNU pada masa era Gus Dur. Saya hanya mendengar dari
beberapa informasi bahwa beliau satu-satunya pejabat tertinggi di NU asli darah
sunda. Tak terlalu terlihat dalam media sejauh yang saya dengar, namun kabarnya
sangat berwibawa dan dijadikan panutan seantero tanah priyangan. Telisik saya,
siapa sebenarnya beliau ini, sosok yang katanya menjadikan Tasikmalaya menjadi
kota santri itu, sosok pejuang NU yang sangat ikhlas tersebut. Alhamdulillah,
pada NLC II KMNU Nasional yang diselenggarakan di Bandung tahun lalu, saya
dihadiahi sebuah buku dari salah seorang pembina KMNU STKS berjudul “Ajengan
Cipasung, Biografi KH. Moh. Ilyas Ruhiat”, yang ditulis oleh Kang Iip D. Yahya.
Dan Alhamdulillah, setelah hampir setahun tak terbaca, sekarang, akhirnya mampu
menamatkan sebuah buku tersebut dengan sangat menikmati dan mengagumi sosok
beliau ini. Berikut saya ceritakan ulang sedikit apa yang saya tangkap, semampu
saya, dan maaf jika ada kesalahan dalam penafsiran, mohon masukannya.
Ajengan Ilyas, beliau adalah putra
pertama dari salah seorang tokoh besar Cipasung bernama Abah Ruhiat, yang
merupakan sahabat dekat KH. Abdul Wahid Hasyim. Selepas Abah Ruhiat wafat,
sebagai anak pertama skaligus sosok yang dianggap paling mumpuni untuk
melanjutkan kiprah dunia pesantren, Ajengan Ilyas diamanahi untuk memimpin roda
kepemimpinan pesantren tersebut. Ajengan Ilyas pun tak bisa menolak dan memang
jiwa kepatuhannya sebagai putra sang abah dan keilmuannya diyakini Abah mampu
membuat Cipasung bersinar.
Dimasa mudanya, Ajengan Ilyas sudah
diminta Abah untuk aktif dalam kepengurusan IPNU, baik tingkat Tasik maupun
Jawa Barat. Berkat keaktifannya tersebut, beliau mengenal banyak sosok
penggerak NU muda dari berbagai wilayah di Nusantara. Hingga dewasa, ajengan
Ilyas selalu ikut dalam kepengurusan NU. Aktivitasnya dalam NU tidak justru
meninggalkan segala aktivitas pesantren. Disela-sela kesibukannya, beliau
selalu memantau segala yang terjadi di Cipasung. Beliau bahkan tidak pernah
meninggalkan pengajian kamisan
kecuali dilanda kesehatan yang memburuk. Beliau selalu memegang amanah sang Abah
untuk mengurusi Cipasung apapun yang terjadi, dan selalu berpesan kepada semua
saudara dan anak-anak beliau agar tidak ada istilah “Bekas Pesantren Cipasung”.
Dalam berbagai hal, Ajengan Ilyas adalah orang yang selalu optimis dan pantang
menyerah. Kesungguhannya dalam mendidik putera dan puteri beliau agar bersedia
melanjutkan kiprah sebagai pemimpin Cipasung sangat terlihat jelas. Meski ketiga
keturunan beliau tidak ada yang membidangi bidang ke-pesantren-an, beliau tetap
berkeyakinan bahwa suatu saat mereka akan tetap membuat bersinar Cipasung
dengan cara mereka masing-masing. Dan hal itu telah terbukti, berikut mereka
juga menyadari betapa pentingnya menghidupkan dan memajukan Cipasung sesuai
cita-cita sang Ajengan.
Beberapa hal yang saya tangkap
dari beliau adalah beberapa sifat beliau yang perlu diteladani. Diantaranya adalah
sifat kesantunan, selalu khusnudhdhan, tidak pernah berkubu meskipun suka
berembug, tenang, ikhlas, berusaha merangkul semua pihak, dan totalitas Pengabdian
di NU. Pada era beliau menjabat sebagai Rais Aam PBNU, tidak ada sama sekali
yang menduga bahwa Ajengan ini akan menduduki posisi tersebut, bahkan
wartawanpun. Namun keberadaan beliau yang tanpa tendensi kepada salah satu
pihak dalam NU membuat semua orang tidak ada yang menolak keterpilihannya,
yakni terpilihnya beliau jadi Rais Aam pada Muktamar Lampung. Terpilih lagi
menjadi Rais Aam pada Muktamar Cipasung bukanlah menjadi niat bagi beliau. Beliau
berprinsip bahwa terpilih adalah bukan maksud dan tujuan beliau, melainkan
amanah dan kesepakatan muktamirin. Tak sedikitpun wajah beliau menunjukkan
kegembiraan sebagai orang nomor satu dalam NU. Bahkan beliau mengatakan “semoga
saya selamat”.
Pada muktamar Cipasung, yang kata
KH. Munasir Aly sebagai muktamar paling kotor sepanjang sejarah, memang
sangatlah berat. Waktu itu, NU di landa perpecahan akibat konflik dua kubu
Cipete-Situbondo. Dalam situasi lain, muncul banyak pihak luar yang mulai
berinfiltrasi masuk kedalam muktamar. Beberapa berkeinginan agar Gus Durlah
yang menjadi ketua tanfidziah sedangkan
lainnya menolak. Ajengan Ilyas yang menjadi tuan rumah tidak terlalu
memperdulikan hal itu, beliau berusaha netral dan mengayomi semua golongan. Baginya,
upaya menjadi tuan rumah muktamar yang baik adalah tujuan utumanya.
Beliau terpilih menjadi Rais Aam
pada muktamar cipasung. Terpilihnya beliau juga terjadi pada Gusdur yang
mengalahkan Abu Hasan, sebagai ketua Umum PBNU. Dalam banyak sumber mengatakan bahwa kepengurusan
PBNU di bawah Ajengan Ilyas dianggap di stir oleh Gusdur, Namun bukan hal
demikian. Ajengan Ilyas lah yang mampu berkoordinasi dengan Gus Dur dan
berusaha menjadi sesepuh baginya. Karakter kesahajaan beliau lah yang membuat
beliau lebih dikenal tenang. Beliau lebih berharap semua mematuhi hasil
muktamar Cipasung. Hal ini yang dianggap orang beliau seakan pro Gus Dur,
padahal maksud hati tidak ingin terjadi perpecahan dalam NU.
Beliau beberapa kali dikritik
oleh banyak orang, baik dari luar maupun dari dalam tubuh NU sendiri. Sifat kalem,
khusnudzdzan, sederhana, dan berusaha tidak berkubu dimaknai orang sebagai sosok
yang tidak berpendirian. Namun hal itu bermakna lain bagi pihak yang memahami
prinsip hidup Ajengan ini. Pada akhirnya, beliau salah satu orang yang berjasa
mengantarkan Gus Dur menjadi Presiden RI. Pada saat itu, Gusdur menjadi ketua
umum, dan Rais Aam dipegang oleh Ajengan Ilyas. Meski begitu, jasa Ajengan ini
seakan luput dari pantauan media. Beliau juga yang sangat getol memegang prinsip kembalinya NU ke Khittah 1926 dengan seratus persen mengalihkan NU tidak pada rahan politik praktis.
Diantara prinsip hidup beliau yang
patut di teladani adalah : beliau pernah mengatakan ketika ditanya seorang
wartawan bahwa “hidup saya hanya untuk mengajar dan mengabdi di NU”. Beliau suka
berlomba tapi tidak untuk berkomplot. Bekerja karena Allah dan tidak tergantung pada siapapun. Bersahaja, sederhana, dan sangat menjaga
persatuan baik bagi NU maupun bagi bangsa. Ajengan Ilyas, salah satu tokoh yang
sangat berkepribadian baik, mulia akhlaqknya, dan sederhana dari tanah sunda. Semoga kami dapat
meneladani engkau. Amin.
Jepara, 27 September 2017
KH Ilyas Ruhiat, Ajengan Sunda dan totalitas pengabdiannya di NU
4/
5
Oleh
Unknown