Rabu, 27 September 2017

KH Ilyas Ruhiat, Ajengan Sunda dan totalitas pengabdiannya di NU

Awalnya saya hanya pernah mendengar sosok Rais Aam PBNU pada masa era Gus Dur. Saya hanya mendengar dari beberapa informasi bahwa beliau satu-satunya pejabat tertinggi di NU asli darah sunda. Tak terlalu terlihat dalam media sejauh yang saya dengar, namun kabarnya sangat berwibawa dan dijadikan panutan seantero tanah priyangan. Telisik saya, siapa sebenarnya beliau ini, sosok yang katanya menjadikan Tasikmalaya menjadi kota santri itu, sosok pejuang NU yang sangat ikhlas tersebut. Alhamdulillah, pada NLC II KMNU Nasional yang diselenggarakan di Bandung tahun lalu, saya dihadiahi sebuah buku dari salah seorang pembina KMNU STKS berjudul “Ajengan Cipasung, Biografi KH. Moh. Ilyas Ruhiat”, yang ditulis oleh Kang Iip D. Yahya. Dan Alhamdulillah, setelah hampir setahun tak terbaca, sekarang, akhirnya mampu menamatkan sebuah buku tersebut dengan sangat menikmati dan mengagumi sosok beliau ini. Berikut saya ceritakan ulang sedikit apa yang saya tangkap, semampu saya, dan maaf jika ada kesalahan dalam penafsiran, mohon masukannya.
            
Ajengan Ilyas, beliau adalah putra pertama dari salah seorang tokoh besar Cipasung bernama Abah Ruhiat, yang merupakan sahabat dekat KH. Abdul Wahid Hasyim. Selepas Abah Ruhiat wafat, sebagai anak pertama skaligus sosok yang dianggap paling mumpuni untuk melanjutkan kiprah dunia pesantren, Ajengan Ilyas diamanahi untuk memimpin roda kepemimpinan pesantren tersebut. Ajengan Ilyas pun tak bisa menolak dan memang jiwa kepatuhannya sebagai putra sang abah dan keilmuannya diyakini Abah mampu membuat Cipasung bersinar.

Dimasa mudanya, Ajengan Ilyas sudah diminta Abah untuk aktif dalam kepengurusan IPNU, baik tingkat Tasik maupun Jawa Barat. Berkat keaktifannya tersebut, beliau mengenal banyak sosok penggerak NU muda dari berbagai wilayah di Nusantara. Hingga dewasa, ajengan Ilyas selalu ikut dalam kepengurusan NU. Aktivitasnya dalam NU tidak justru meninggalkan segala aktivitas pesantren. Disela-sela kesibukannya, beliau selalu memantau segala yang terjadi di Cipasung. Beliau bahkan tidak pernah meninggalkan pengajian kamisan kecuali dilanda kesehatan yang memburuk. Beliau selalu memegang amanah sang Abah untuk mengurusi Cipasung apapun yang terjadi, dan selalu berpesan kepada semua saudara dan anak-anak beliau agar tidak ada istilah “Bekas Pesantren Cipasung”. Dalam berbagai hal, Ajengan Ilyas adalah orang yang selalu optimis dan pantang menyerah. Kesungguhannya dalam mendidik putera dan puteri beliau agar bersedia melanjutkan kiprah sebagai pemimpin Cipasung sangat terlihat jelas. Meski ketiga keturunan beliau tidak ada yang membidangi bidang ke-pesantren-an, beliau tetap berkeyakinan bahwa suatu saat mereka akan tetap membuat bersinar Cipasung dengan cara mereka masing-masing. Dan hal itu telah terbukti, berikut mereka juga menyadari betapa pentingnya menghidupkan dan memajukan Cipasung sesuai cita-cita sang Ajengan.

Beberapa hal yang saya tangkap dari beliau adalah beberapa sifat beliau yang perlu diteladani. Diantaranya adalah sifat kesantunan, selalu khusnudhdhan, tidak pernah berkubu meskipun suka berembug, tenang, ikhlas, berusaha merangkul semua pihak, dan totalitas Pengabdian di NU. Pada era beliau menjabat sebagai Rais Aam PBNU, tidak ada sama sekali yang menduga bahwa Ajengan ini akan menduduki posisi tersebut, bahkan wartawanpun. Namun keberadaan beliau yang tanpa tendensi kepada salah satu pihak dalam NU membuat semua orang tidak ada yang menolak keterpilihannya, yakni terpilihnya beliau jadi Rais Aam pada Muktamar Lampung. Terpilih lagi menjadi Rais Aam pada Muktamar Cipasung bukanlah menjadi niat bagi beliau. Beliau berprinsip bahwa terpilih adalah bukan maksud dan tujuan beliau, melainkan amanah dan kesepakatan muktamirin. Tak sedikitpun wajah beliau menunjukkan kegembiraan sebagai orang nomor satu dalam NU. Bahkan beliau mengatakan “semoga saya selamat”.

Pada muktamar Cipasung, yang kata KH. Munasir Aly sebagai muktamar paling kotor sepanjang sejarah, memang sangatlah berat. Waktu itu, NU di landa perpecahan akibat konflik dua kubu Cipete-Situbondo. Dalam situasi lain, muncul banyak pihak luar yang mulai berinfiltrasi masuk kedalam muktamar. Beberapa berkeinginan agar Gus Durlah yang  menjadi ketua tanfidziah sedangkan lainnya menolak. Ajengan Ilyas yang menjadi tuan rumah tidak terlalu memperdulikan hal itu, beliau berusaha netral dan mengayomi semua golongan. Baginya, upaya menjadi tuan rumah muktamar yang baik adalah tujuan utumanya.

Beliau terpilih menjadi Rais Aam pada muktamar cipasung. Terpilihnya beliau juga terjadi pada Gusdur yang mengalahkan Abu Hasan, sebagai ketua Umum PBNU.  Dalam banyak sumber mengatakan bahwa kepengurusan PBNU di bawah Ajengan Ilyas dianggap di stir oleh Gusdur, Namun bukan hal demikian. Ajengan Ilyas lah yang mampu berkoordinasi dengan Gus Dur dan berusaha menjadi sesepuh baginya. Karakter kesahajaan beliau lah yang membuat beliau lebih dikenal tenang. Beliau lebih berharap semua mematuhi hasil muktamar Cipasung. Hal ini yang dianggap orang beliau seakan pro Gus Dur, padahal maksud hati tidak ingin terjadi perpecahan dalam NU.

Beliau beberapa kali dikritik oleh banyak orang, baik dari luar maupun dari dalam tubuh NU sendiri. Sifat kalem, khusnudzdzan, sederhana, dan berusaha tidak berkubu dimaknai orang sebagai sosok yang tidak berpendirian. Namun hal itu bermakna lain bagi pihak yang memahami prinsip hidup Ajengan ini. Pada akhirnya, beliau salah satu orang yang berjasa mengantarkan Gus Dur menjadi Presiden RI. Pada saat itu, Gusdur menjadi ketua umum, dan Rais Aam dipegang oleh Ajengan Ilyas. Meski begitu, jasa Ajengan ini seakan luput dari pantauan media. Beliau juga yang sangat getol memegang prinsip kembalinya NU ke Khittah 1926 dengan seratus persen mengalihkan NU tidak pada rahan politik praktis.

Diantara prinsip hidup beliau yang patut di teladani adalah : beliau pernah mengatakan ketika ditanya seorang wartawan bahwa “hidup saya hanya untuk mengajar dan mengabdi di NU”. Beliau suka berlomba tapi tidak untuk berkomplot. Bekerja karena Allah dan tidak tergantung pada siapapun. Bersahaja, sederhana, dan sangat menjaga persatuan baik bagi NU maupun bagi bangsa. Ajengan Ilyas, salah satu tokoh yang sangat berkepribadian baik, mulia akhlaqknya, dan sederhana dari tanah sunda. Semoga kami dapat meneladani engkau. Amin.


 Jepara, 27 September 2017

Related Posts

KH Ilyas Ruhiat, Ajengan Sunda dan totalitas pengabdiannya di NU
4/ 5
Oleh

Subscribe via email

Like the post above? Please subscribe to the latest posts directly via email.