Cirebon, 28 Juli 2015
“nok!!,
Nook, Nok”, terdengar seseorang yang sepertinya memanggil seorang gadis.
“nok!!
Nok!!, suara serak-serak basah laki-laki ini tiba-tiba semakin nyaring saja. Ku
tahan untuk menoleh kebelakang, aku sedang membawa belanjaan masak yang lumayan
banyak. Mungkin orang usil, ku tak mau orang-orang preman kaya kmaren dengan
mudah jahil padaku.
Tiba-tiba
ada seseorang yang menyentuh pundakku dari belakang. Kubalikkan badan dan
kulihat wajah pak Channan.
“eh
bapak.., maaf pak, hehehe” ucapku sungkan. Aku gak enak karna prasangkaku
salah.
“lagi
ngapain pagi-pagi di pasar?” tanya pak Chanan,
“hehe,
belanja pak.” Jawabku dengan senyuman.
“masak
sendiri tah? Tanya beliau skalilagi dengan logat khas Cirebon.
“iya pak”,
jawabku sambil melihat barang-barang yang ada dimotor beliau.
“ow..
sendirian tah? Yang lain mana?” Tanya lagi salah imam musholla dekat tempat
kontrakanku ini keheranan, sembari menurunkan barang-barang beliau di sebuah
tempat seperti Ruko.
“mau ini
gak? Ambil satu bungkus.”
“itu krupuk
apa pak? Tanyaku pada sebuah bungkus plastik yang berisikan semacam kerupuk.
“kerupuk
Jengkol, enak loohh”, sahut pak Chanan mencoba meyakinkanku.
“eh, nggak
pak terimakasih”, ucapku sambil ku letakkan telapak tangan didepan dada .
Aku memang tipikal
orang yang gak suka dengan jengkol, karena baunya. Meski sudah berbentuk
kerupuk sekalipun tetap saja aku phobia dengan produk pertanian satu ini.
“Bapak,
saya duluan ya”. aku tinggalkan beliau di Pasar. Beliau kelihatannya sedang
berbelanja kerupuk banyak sekali. Aku lihat ayah dari 4 anak ini menggotong
bungkus kerupuk memenuhi bagian kosong motor bermerk supra Fit kehitaman. Dalam
hati ku pikir beliau sedang ada persiapan acara, mengingat sekarang memang
masih dalam suasana lebaran.
--
Aku sedang
KKN di sebuah desa di Cirebon, tepatnya di desa babakan gebang. Sebuah desa
yang berada di perbatasan dengan Kabupaten Brebes. Cukup jauh memang dengan
kota Cirebon, kurang lebih sekitar satu jam perjalanan. Dalam suasana tugas
KKN, aku sempatkan bersosialisasi dengan masyarakat sekitar. Aku kenal dengan
bapak Chanan dari musholla At-Taqwa dekat kontrakan tempat aku tinggal
sementara. Lokasi Musholla hanya berjarak 50 meter saja. Beliau ku duga seorang
tokoh masyarakat sekitar. Dalam ilmu komunikasi yang aku pelajari di kampus,
tokoh masyarakat merupakan stake holder
yang merupakan juga Opinion leader yang
perlu didekati ketika ada program melakukan pengembangan masyarakat
Aku baru
saja balik dari daerah asal, meski dari kecil tinggal di Depok, tapi semua
keluarga besarku ada di Sidoarjo Jawa Timur.
Dalam suasana
masih lebaran ini, aku sempatkan datang
silaturrahmi ke rumah Pak Chanan, selain kerumah Kuwu (kepala desa).
Malam selepas sholat Isya berjamaah, aku sampaikan kepada beliau maksud ku
untuk berkunjung halal bihalal dengan keluarga beliau.
Pukul 20.00
waktu setempat, ku langkahkan kakiku bersama temen-temen sekontrakan menuju
rumah sederhana beliau. Kami disambut hangat oleh keluarga beliau. Suasana
ramai terdengar obrolan santai didepan rumah beliau yang dihiasi jajanan
lebaran yang khas. Ku lihat kurang lebih ada 7 orang yang sedang santai didepan
rumah ditemani obrolan-obrolan renyah.
“eh..
jangan ngumpet, sini-sini!!” Perintah pak Chanan seketika setelah beliau melihat
kami muncul dari arah gerbang depan rumah.
dengan agak
sedikit sungkan, kami bersama melangkahkan kaki dengan pelan mendekati singgasana
beliau. Dalam suasana itu, Suara jangkrik dan tonggeret memecah heningnya malam
Cirebon. Sahut menyahut bagai suara instrumen musik kekinian.
Ucapan
minal ai’idzin wal faidzin kami sampaikan kepada beliau, seraya memohon maaf
atas segala kesalahan. Kami langsung dibawakan segelas teh tawar hangat bikinan
sang ibu. Dari dalam terlihat anak-anak beliau sedang bermain riang tanpa
menghiraukan waktu dinginnya malam.
Setelah
kami dipaksa beliau untuk mencicipi jajanan lebaran, tak menunggu lama
kemudian, Pak Chanan mulai membuka obrolan.
“begitu
mbak kerjaan saya setiap pagi, menungguin barang itu”. Ucap pak Chanan menjelaskan
Ku ucapkan
maaf skali lagi karena pagi itu aku tidak merasa terpanggil. Ku pikir itu
orang-orang jail yang manggil-manggi saja, bukan beliau. Eh.. ternyata pak
Chanan.
“abisnya,
dia gak mau dikasih krupuk nya. Enak lo mas, krupuk jengkol”, lanjut bapak berkomentar
kepada temen ku Andi.
Aku sedikit
menyunggingkan pipiku.
“bapak
jualan kerupuk dari pagi sampai jam berapa pak?” tanyaku untuk mengalihkan
pembicaraan
“saya bukan
jualan mbak” jawab beliau dengan tenang.
“saya
sedang jihad mbak”, lanjut pak Chanan
“jihad
bagai mana pak” tanya Andi dan riski kepada beliau
“jika saya
meniatkan jualan, kalau saya untukng bisa jadi saya sombong, dan kalau saya
rugi saya akan ngedumel”, timpal pak Chanan.
“nah..
kalau saya niatkan jihad, saya tidak akan seperti itu mbak, kerjaan saya tadi
akan selalu bernilai ibadah”, sahut Beliau skalilagi. “Jihad kan berarti
melakukan sesuatu untuk kepentingan Allah, Anak dan Istri saya itu titipan dari
Allah yang wajib bagi saya untuk menafkahi. Dengan saya menafkahi mereka
berarti saya telah melakukan kegiatan atas kepentingan Allah”, lanjut pak
Chanan.
Kami
terdiam. Mata dan mulut kami tenang tak bergerak sambil mendengarkan penjelasan
beliau.
“jadi di
dunia ini ada tiga rizki mbak, mas,” lanjut pak Chanan.
“yang pertama
adalah rizky otomatis, Rizki yang harus di jemput, dan Rizki yang harus
diminta”, hela pak Chanan bercerita.
“Rizky yang
otomatis diberikan Allah secara Cuma-Cuma mbak, dan biasanya setiap orang
seperti tidak sadar” lanjut beliau
Dalam hati
aku menjawab dengan menduga rizki otomatis itu seperti mata dan lainnya.
“rizky
otomatis itu seperti nafas, detak jantung, mata yang melihat, tangan, telinga
mendengar, dan lainnya”, lanjut pak Chanan menjelaskan.
Alhamdulillah
bener, kataku dalam hati. Aku senyum-senyum sendiri.
“rizki yang
kedua perlu dijemput mbak. Rizki ini adalah rizki seperti riski yang sudah
dijatah oleh Allah kepada makhluknya. Yang bisa menjemput Rizki ini adalah
manusia, hewan dan tumbuhan. Rizki jenis ini seperti rizki yang saya jemput
setiap paginya itu mbak, mas. Jangan bilang rizki yang seperti itu harus
dicari. Ngapain dicari, wong Allah sudah menyediakan kok. Seperti hara dalam
tanah yang sudah disediakan oleh Allah, tanaman kan hanya menjemput rizki itu,
dengan akarnya. Ya gak, kalian kan ada yang dari pertanian?” Sambil menunjukkan
jemari telunjuk kepada kami.
“ya pak”,
timpal Andi.
Aku
tersenyum sambil kualihkan sejenak pandangan kepada Andi.
“dan rizki
yang terakhir adalah rizki yang harus diminta. Ud uuni Astajib lakum, mintalah kepadaKu pasti akan Aku kabulkan.
Ini hanya bisa dilakukan oleh manusia saja”. Senyum beliau.
“nah, yang
saya lakukan tadi pagi itu jihad mbak, jadi jihad itu gak cuman perang mbak,
apalagi boom bunuh diri yang dilakukan teroris-terosis itu, bukan jihad itu namanya”. (Hasan bisri)
Jihad
4/
5
Oleh
Unknown