Oleh : Hasan
Bisri, Departemen Proteksi Tanaman, Institut Pertanian Bogor
Tidak lama menghilang kegaduhan kasus “papa minta saham”, Indonesia
kembali di digegerkan dengan kontrofeversi rancangan pemberlakuan pungutan dana
ketahanan energi pada penghujung akhir tahun ini. Rancangan ini telah
ditetapkan menteri ESDM, Sudirman Said untuk diberlakukan bersamaan dengan
penurunan harga BBM pada 5 Januari nanti.
Berbagai kalangan setuju dengan keputusan tersebut, namun tidak sedikit
pula yang mengecamnya. Beberapa pihak mengatakan bahwa kebijakan pungutan dana
tersebut tidak didasari payung hukum yang jelas dan cenderung melanggar
undang-undang. Namun Sudirman Said beranggapan bahwasannya keputusan ini sudah
searah dengan Undang-undang (UU) Nomor 30 Tahun 2007 dan Peraturan Pemerintah
(PP) Nomor 79 Tahun 2014, meskipun pada akhirnya dia sendiri jujur perlunya
penguatan hukum dalam implementasiannya nanti.
Turunnya harga minyak dunia mendasari pemerintah untuk menurunkan harga
BBM tahun depan nanti. BBM jenis premium dan solar merupakan tipe yang akan
dikenakan tambahan biaya pungutan dana ketahanan energi sebesar Rp.200 dan
Rp.300 perliternya. Tentunya hal ini tidak membuat seluruh masyarakat pengguna
BBM tersenyum lebar akibat tidak signifikannya penurunan harga dua jenis bahan
bakar terpopuler ini.
Pemerintah mengungkapkan tujuan dipungutnya dana ini adalah untuk menekan
ketidak stabilan harga BBM. Secara hitung-hitungan, Sudirman Said mengatakan
bahwa potensi pungutan dana tersebut bisa mencapai 15 triliun hingga 16
triliun. Kita tahu bahwa kucuran dana subsidi
BBM sudah sangat rendah dibandingkan dengan tahun sebelum-sebelumnya. Ini
artinya harga BBM domestik akan cenderung mengikuti harga minyak dunia yang
sangat fluktuatif. Padahal realita yang terjadi, masyarakat kurang siap dengan
mekanisme pasar dunia dengan bukti kemudahan penurunkan harga BBM domestik
namun sebaliknya dengan keputusan kenaikan BBM. Dengan begitu, dana yang
terkumpul dari pungutan dana ketahan energi dapat dipakai untuk menjaga
kestabilan harga BBM domestik serta untuk keperluan lain demi pengusahaan
pengolaan energi terbarukan.
Niat pemerintah ini tidak sepenuhnya berjalan mulus. Masyarakat yang
mulai cerdas dan kritis berusaha mempertanyakan kebijakan ini. Kondisi ini
bukannya tanpa alasan, mengingat penurunan dana kucuran subsidi BBM sebelumnya
tidak diketahui dialihkan sektor mana.
Terlepas dari kontoversi apapun yang terjadi, Indonesia perlu lebih bijaksana
dalam mengelola energi. Tidak bisa dipungkiri, sumberdaya energi khususnya BBM
seakan telah menjadi makanan pokok bagi bangsa kita. Padahal kita tahu sumber
bahan bakar hampir semuanya didatangkan dari negara lain. Fakta dilapangan bisa
kita lihat bahwa harga BBM sangat memengaruhi kestabilan harga-harga lainnya
yang sangat mengganggu kestabilan politik negara.
Upaya pemerintah untuk menggalakkan potensi sumber daya energi terbarukan
sebenarnya bukanlah hanya sekedar mimpi. Jika kita bersedia sedikit menilik
potensi sumber daya alam Indonesia, tentunya tidak ada alasan Indonesia harus
terombang ambing dengan fluktuasi kekuatan global, termasuk terhadap harga
minyak dunia yang diluar kendali kita.
Potensi produksi sumber daya energi terbarukan seperti biofuel sebenarnya
sangat mungkin kita lakukan. kita memiliki berbagai produk pertanian yang
sangat mungkin digunakan memproduksi energi terbarukan. Sektor perkebunan
penghasil input bioenergi seperti minyak sawit, minyak kelapa, serta puluhan
tanaman lainnya yang bisa digunakan untuk pembuatan biofuel.
Perkebunan kelapa sawit misalnya, kita merupakan penghasil produksi
minyak sawit terbesar di dunia. Jumlah luas lahan kelapa sawit Indonesia mencapai
10,5 Juta hektar dengan hasil produksi sebesar 29,3 juta ton. Indonesia bersama
dengan Malaysia merupakan penghasil 85 persen minyak sawit dunia. Itu artinya, kita berpotensi mampu memproduksi
kurang lebih sebanyak 25 juta kiloliter biofuel dengan asumsi semua produksi
minyak sawit untuk keperluan energi bahan bakar. Jumlah ini merupakan angka
yang sangat besar. Belum lagi sumber daya alam lainnya seperti minyak kelapa dan
tebu yang memiliki daya dukung tinggi terhadap memungkinkannya pada pembuatan
energi terbarukan.
Rasanya, momen pergantian tahun ini kita harus berintropeksi bersama.
Kondisi krisis dunia yang disertai pemanasan global dan keadaan politik yang
tidak menentu seharusnya membuat kita merenung untuk lebih berlaku bijaksana
terhadap penggunaan energi. Salah satu upaya yang bisa dilakukan untuk lebih
bijaksana adalah dengan usaha berhemat energi dan terus mengupayakan
keberhasilan produksi energi terbarukan dengan mengoptimalkan sumberdaya alam
kita untuk kemakmuran rakyat sebesar-besarnya.
Pengelolaan Energi Harus Bijaksana
4/
5
Oleh
Unknown