Rabu, 30 Desember 2015

Pengelolaan Energi Harus Bijaksana



Oleh : Hasan Bisri, Departemen Proteksi Tanaman, Institut Pertanian Bogor
            Tidak lama menghilang kegaduhan kasus “papa minta saham”, Indonesia kembali di digegerkan dengan kontrofeversi rancangan pemberlakuan pungutan dana ketahanan energi pada penghujung akhir tahun ini. Rancangan ini telah ditetapkan menteri ESDM, Sudirman Said untuk diberlakukan bersamaan dengan penurunan harga BBM pada 5 Januari nanti.

Berbagai kalangan setuju dengan keputusan tersebut, namun tidak sedikit pula yang mengecamnya. Beberapa pihak mengatakan bahwa kebijakan pungutan dana tersebut tidak didasari payung hukum yang jelas dan cenderung melanggar undang-undang. Namun Sudirman Said beranggapan bahwasannya keputusan ini sudah searah dengan Undang-undang (UU) Nomor 30 Tahun 2007 dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 79 Tahun 2014, meskipun pada akhirnya dia sendiri jujur perlunya penguatan hukum dalam implementasiannya nanti.
Turunnya harga minyak dunia mendasari pemerintah untuk menurunkan harga BBM tahun depan nanti. BBM jenis premium dan solar merupakan tipe yang akan dikenakan tambahan biaya pungutan dana ketahanan energi sebesar Rp.200 dan Rp.300 perliternya. Tentunya hal ini tidak membuat seluruh masyarakat pengguna BBM tersenyum lebar akibat tidak signifikannya penurunan harga dua jenis bahan bakar terpopuler ini.
Pemerintah mengungkapkan tujuan dipungutnya dana ini adalah untuk menekan ketidak stabilan harga BBM. Secara hitung-hitungan, Sudirman Said mengatakan bahwa potensi pungutan dana tersebut bisa mencapai 15 triliun hingga 16 triliun.  Kita tahu bahwa kucuran dana subsidi BBM sudah sangat rendah dibandingkan dengan tahun sebelum-sebelumnya. Ini artinya harga BBM domestik akan cenderung mengikuti harga minyak dunia yang sangat fluktuatif. Padahal realita yang terjadi, masyarakat kurang siap dengan mekanisme pasar dunia dengan bukti kemudahan penurunkan harga BBM domestik namun sebaliknya dengan keputusan kenaikan BBM. Dengan begitu, dana yang terkumpul dari pungutan dana ketahan energi dapat dipakai untuk menjaga kestabilan harga BBM domestik serta untuk keperluan lain demi pengusahaan pengolaan energi terbarukan.
Niat pemerintah ini tidak sepenuhnya berjalan mulus. Masyarakat yang mulai cerdas dan kritis berusaha mempertanyakan kebijakan ini. Kondisi ini bukannya tanpa alasan, mengingat penurunan dana kucuran subsidi BBM sebelumnya tidak diketahui dialihkan sektor mana.
Terlepas dari kontoversi apapun yang terjadi, Indonesia perlu lebih bijaksana dalam mengelola energi. Tidak bisa dipungkiri, sumberdaya energi khususnya BBM seakan telah menjadi makanan pokok bagi bangsa kita. Padahal kita tahu sumber bahan bakar hampir semuanya didatangkan dari negara lain. Fakta dilapangan bisa kita lihat bahwa harga BBM sangat memengaruhi kestabilan harga-harga lainnya yang sangat mengganggu kestabilan politik negara.
Upaya pemerintah untuk menggalakkan potensi sumber daya energi terbarukan sebenarnya bukanlah hanya sekedar mimpi. Jika kita bersedia sedikit menilik potensi sumber daya alam Indonesia, tentunya tidak ada alasan Indonesia harus terombang ambing dengan fluktuasi kekuatan global, termasuk terhadap harga minyak dunia yang diluar kendali kita.
Potensi produksi sumber daya energi terbarukan seperti biofuel sebenarnya sangat mungkin kita lakukan. kita memiliki berbagai produk pertanian yang sangat mungkin digunakan memproduksi energi terbarukan. Sektor perkebunan penghasil input bioenergi seperti minyak sawit, minyak kelapa, serta puluhan tanaman lainnya yang bisa digunakan untuk pembuatan biofuel.
Perkebunan kelapa sawit misalnya, kita merupakan penghasil produksi minyak sawit terbesar di dunia. Jumlah luas lahan kelapa sawit Indonesia mencapai 10,5 Juta hektar dengan hasil produksi sebesar 29,3 juta ton. Indonesia bersama dengan Malaysia merupakan penghasil 85 persen minyak sawit dunia.  Itu artinya, kita berpotensi mampu memproduksi kurang lebih sebanyak 25 juta kiloliter biofuel dengan asumsi semua produksi minyak sawit untuk keperluan energi bahan bakar. Jumlah ini merupakan angka yang sangat besar. Belum lagi sumber daya alam lainnya seperti minyak kelapa dan tebu yang memiliki daya dukung tinggi terhadap memungkinkannya pada pembuatan energi terbarukan.
Rasanya, momen pergantian tahun ini kita harus berintropeksi bersama. Kondisi krisis dunia yang disertai pemanasan global dan keadaan politik yang tidak menentu seharusnya membuat kita merenung untuk lebih berlaku bijaksana terhadap penggunaan energi. Salah satu upaya yang bisa dilakukan untuk lebih bijaksana adalah dengan usaha berhemat energi dan terus mengupayakan keberhasilan produksi energi terbarukan dengan mengoptimalkan sumberdaya alam kita untuk kemakmuran rakyat sebesar-besarnya.

Related Posts

Pengelolaan Energi Harus Bijaksana
4/ 5
Oleh

Subscribe via email

Like the post above? Please subscribe to the latest posts directly via email.