Oleh : Hasan Bisri,
Departemen Proteksi Tanaman, IPB
“Tahlilan”,
siapa yang tidak kenal satu kata ini. Sebuah kegiatan amalan keagamaan yang
familiar dilakukan oleh masyarakat muslim indonesia yang mungkin juga beberapa
daerah di Malaysia. Tahlilan khas dikenal dengan berkumpulnya beberapa muslim
disuatu tempat disertai dengan bacaan-bacaan kalimah toyyibah bersama-sama,
khususnya bacaan tahlil (laa ilaa ha illallah), yang ditujukan
untuk ibadah serta mendoakan para saudara muslimin yang telah menghadapNya.
Ritual
tahlilan sudah dikenal masyarakat muslim Indonesia sejak abad pertengahan yang
lalu. Beberapa sumber menyebutkan bahwa tahlilan merupakan adopsi tatacara
ibadah kepercayaan pribumi pra islam yang kemudian dimodifikasi oleh para
pendakwah islam menjadi suatu kegiatan posotif bernuansa islam dengan tetap
memertahankan kearifan lokal. Bagi orang NU, tahlilan mungkin kegiatan yang
kurang afdhol jika tidak dilakukan. Dan bisa kita duga jutaan muslim Indonesia
melakukan tahlilan setiap harinya.
“Tahlilan”
yang identik dengan kegiatan keagamaan ternyata memiliki fungsi lain dari
fungsi utama sebagai sarana ibadah. Kegiatan berkumpulnya muslimin yang khas
ini memiliki arti penting dalam kaitannya dengan ilmu pengetahuan dan sains. Bagaimana
bisa? Mari kita ulas bersama.
Indonesia, megabiodiversity
country
Sudah tidak
asing lagi bahwa Indonesia merupakan salah satu area dengan keaneragaman hayati
tertinggi didunia (megabiodiversity
country). Iklim tropis basah dan bentuk negara kepulauan menjadikan segala
makhluk hidup di nusantara ini dapat tumbuh dan bereproduksi dengan baik. Keberadaan
kekayaan hayati yang luar biasa ini merupakan sebuah modal berharga untuk
menunjang segala bentuk pembangunan bangsa.
Kekayaan alam
Indonesia yang begitu berlimpah nyatanya belum terkelola dengan baik. beberapa
plasma nuthfah bangsa justru punah akibat ulah tangan manusia Indonesia
sendiri. Kita tahu kebakaran hutan yang entah sengaja ataupun bukan terjadi di tahun
ini secara meluas. Data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menyebutkan Lebih
dari 9000 hektar hutan terbakar pada tahun 2015. Bisa dibayangkan berapa milyar
spesies yang hilang dalam waktu yang sesingkat itu.
Bencana ini
diperparah dengan fakta pulau tersibuk dan terpadat Indonesia, yakni pulau jawa
yang telah di anggap sebagai pulau dengan krisis akut ekologi. Dilansir dari
Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan IPB memberitakan bahwa sebanyak 241
orang dari kalangan akademisi, peneliti, tokoh masyarakat adat telah mengirim
petisi terbuka kepada bapak presiden RI untuk mengubah paradigma pembangunan
dari yang hanya bertumpu pada ekonomi menjadi lebih memperhitungkan daya
dkukung ekologi dan berkeadilan. Ini dibuktikan dengan fakta
pembangunan-pembangunan industri di pulau jawa yang begitu pesat sehingga
terjadi kerusakan alam dimana-mana. Akibatnya bencana alam hidrometeorologi seperti
banjir, longsor dan kekeringan tak terkendali. Kondisi kerusakan alam ini
mengakibatkan kerusakan alam yang berbanding lurus dengan terancamnya
biodiversitas hayati kita.
Tahlilan dan Fungsi Konservasi
Tahlilan
sebagai sebuah kegiatan keagamaan memiliki karakteristik khas budaya lokal,
berupa suguhan hangat jajanan tradisional maupun nontradisional yang khas. Mulai
dari buah-buahan yang beraneka ragam, masakan lokal, nasi dengan segala
lauknya, kopi dan teh sebagai pelega tenggorokan, dan tak lupa cemilan-cemilan
lainnya dari hasil bumi setempat.
Kegiatan yang
lazim dilakukan oleh penduduk muslim khususnya Nahdliyiin ini sudah berhasil menjaga
keberadaan plasma nutfah hayati kekayaan alam setempat. Bagaimana tidak,
tahlilan tidak akan afdhol jika tidak ditutup dengan sedekah tuan rumah / hasil
iuran bersama berupa suguhan produk-produk alam sekitar yang pastinya beraneka
ragam, dan itu artinya masyarakat akan selalu berfikir untuk selalu menyediakan
keberadaan sumberdaya lokal hasil bumi mereka. Dengan begitu para petani akan
selalu menanam komoditas-komoditas pertanian tersebut untuk kebutuhan pangan
masyarakat, termasuk untuk tahlilan yang sangat lazim dan rutin dilakukan. Bisa
dibayangkan jika setiap hari jutaan warga nahdliyin bertahlilan, akan
berton-ton pula hasil bumi yang mampu terserap. sehingga, keberadaan
plasmanutfah alam indonesia akan selalu terjaga (terkonservasi).
Tantangan MEA
Meskipun telah
terbukti mampu menjadi motor dalam upaya konservasi sumberdaya lokal, tahlilan
sebagai ciri kebudayaan muslim nusantara tak luput dari ancaman disorientasi
makna konservasi sumberdaya lokal.
Ancaman ini
berupa hilangnya barrier tarrif perdagangan ASEAN sebagai kebijakan bersama
negara anggota dibuktikan dengan memudahkan aliran keluar masuk produk dan jasa
wilayah ASEAN. Ini memungkinkan Indonesia kebanjiran produk-produk pertanian
dari negara-negara tetangga, tak terkecuali hidangan yang biasanya ada didepan
kita saat tahlilan. Ditambah lagi kegemaran masyarakat kita yang lebih suka
dengan produk asing.
Oleh
karenanya, fungsi tahlilan sebagai penggerak upaya konservasi berbasis
masyarakat lokal harus kita jaga bersama, dengan cara mengapresiasi para petani
lokal dengan cara selalu menggunakan produknya disetiap acara tahlilan yang
kita lakukan. Lebih lanjut lagi, kita bisa selalu mengajak para tokoh-tokoh
agama dan orang disekitar kita untuk tiidak melupakan penggunaan produk lokal
dalam setiap tahlilan yang diadakan dengan memberikan makna dibalik penggunaan
hasil bumi kita.
Salah satunya
mungkin dengan jargon “tidak afdhol kalo tidak menggunakan pisang ini, buah
ini, jajan ini dan itu” yang berimplikasi pada upaya konsumsi produk lokal. Dengan
begitu, adanya arus besar produk luar akan terbendung dengan kesadaran
masyarakat kita akan pentingnya penggunaan produk lokal dalam upaya konservasi
sumberdaya hayati Indonesia. Sehingga kedatangan MEA 2016 ini bukan lagi
menjadi ancaman, namun bisa menjadi tantangan yang perlu kita jawab. Dan salah
satu jawabannya adalah dengan “tahlilan”.
Konservasi dalam Tahlilan dan Tantangannya di MEA
4/
5
Oleh
Unknown