Rabu, 10 Mei 2017

Seusai Hujan


Disini mencumbui dingin sisa renyai hujan yang tertinggal. Angin-angin dari timur mencarik apapun yang ia lewati. Langit hitam pekat menutupi pandang mentari. menghujani air mata semua yang ada di bumi. Daun-daun kanopi menyambut dengan suara serupa puisi, bersajak-sajak tanpa interpretasi. Sambaran cemeti yang tiada henti, menghentakan setiap kata sebelum dicecapi. Ada apa hati ini tetap merasa sepi.

Seusai hujan, pasir putih pesisir terseret kenangan indah. Tubuh-tubuh lembing hama padi-padian berjatuhan dari tempat ia singgah. Riak air yang menggenang di sepanjang  paliran rawa sawah. Menghapus jutaan sisa kehidupan bersejarah. antara diriku dan engkau sahabatku.

Dimanakah engkau sahabatku? Selesai hujan, kaki telanjang berempat menyusuri decak tanah merekah. Diri ini menatap bayangmu pada hening yang merambat. Satu demi satu pendarnya mengikat. Izinkan aku menyusun prosa senda. Melukis kehidupan yang tak selesai kita bahas bersama. Dengan kuas dan kertas lusuh yang tersisa. Tak terasa senja beringsut.. kerinduan pun larut dalam buaian angin yang berkesiut.


Tanah-tanah kedelai mulai melumat air-air angkasa. Ikan-ikan kecil berlarian merampas kesedihannya. Dahagaku dahagamu, kini telah sirna. Terimakasih atas mangsa, dimana kita hidup dalam dunia canda. Penuh cerita seiring hilangnya butir-butir hujan air mata. Sohib, untukmu sejuta salam dari paya. 

East lampung, 10 April 2017

Jumat, 05 Mei 2017

Di Sana


sungguh

"tak seindah ku menulisnya dalam kata"
"cukup biarkan terpendam dalam rasa"
"benih-benih bertebaran di hamparan"
"tanda sebuah harapan kehidupan"
"ya.. yang di sana"
"lagu-lagu yang tak pernah di mengerti"
"terdendang indah dalam sanubari"
"berjalanlah... berjalanlaahh.."
"lihatlah indahnya sore ini"
"sebuah mata hari kuning bersinar"
"di atas lautan sore ini memancar"
"ya.. yang di sana"
"apakah hanya aku yang bahagia, atau kita"
"entahlah, aku tersenyum saja"
"bayangku merona manis tak di sangka, disana"
"ya.. yang di sana"

East Lampung, 5th April 2017

Selasa, 02 Mei 2017

Sebuah Canda

Hallo sahabat Brissy. Kali ini kita akan mengomentari sajak dari Kang Ibnun sang pujangga. Hehe.. istilahnya adalah kritik sastra. Sajak-sajak di bawah ini merupakan sajak kang Ibnun yang mungkin tak terasa ia lontarkan baik sadar maupun kondisi tidak sadar. Sehingga mohon di maklumi jika terjadi kesalahan dan kekeliruan baik keliru sedikit maupun fatal. Kok bisa fatal? Nanti saya kasih tau dimana fatalnya.  Wkwkwkwk

Kita mulai dari sajak pertama :
“Wahai kalian para perindu, saling menasehatilah di antara kalian
sungguh setelah jarak yang jauh cinta semakin bertambah”

sarah :
kali ini mungkin Kang Ibnun sengaja menyapa para perindu, mungkin spesifiknya adalah para joms yang merindu kepada dambaannya. Beliau berkata “saling menasihati”, disini bermakna cukup mendalam karna mungkin biasanya setiap joms memiliki penderitaan masing-masing. Memang sangat meletuk ya, mengingat orang yang menderita akan selalu ada hikmah didalamnya, sehingga bisa saling menshare hikmah tersebut dalam bentuk nasihat.. eaa.. mulia sekali ternyata.
Selanjutnya adalah, Kang Ibnun mengatakan bahwa setelah jarak yang jauh, cinta akan semakin bertambah, maksudnya mungkin kangennya akan semakin besar, karna gak pernah ketemu. Hanya ketemu lewat doa di sepertiga malam. Wawawawaw.... hmmm... sangat indah sekali sodara-sodara... krik krik wkwkk

Sakaj kedua
“dan pernah aku terdampar di luas laut rindu
dihempas badai perpisahan
kita benar tak kan pernah tahu
kemana arus kehidupan mengalir
tapi biar ku kayuh
ku kembang layar
sampai angin yang kau doakan datang
membawa perahu menujumu
aku minta maaf
jika rindu-rindu kecil kita
masih sering pipis di matamu
aku hanya”

sarah:
nah.. langsung saja... Sahabat Brissy mungkin hanya melihat indahnya sajak diatas, namun ini yang saya bilang fatal, katanya ia pipis di matamu. Wkwkwkwk,,, wah bisa fatal ini, bisa kena penyakit ini.. wah gak bagus, jangan di tiru ya sobat, mungkin dia punya makna lain. Mungkin bisa di tanya langsung ke pengarangnya ya... hahaha

sajak terakhir:
“apakah engkau merasa rindu
sampai batas yang teramat sangat menyedihkan”

sarah:
dari ketiga sajak diatas, sepertinya ini menggambarkan bahwa sang penulis sedang rindu. Ini mungkin di tulis ketia ia benar-benar terjebak dalam suasana kerinduan mendalam akan hadirnya sang kekasih. Mungkin saja. Tapi yang ingin saya tekan kan adalah, bahwa kerinduan itu manusiawi. Dan merupakan sebuah energi supranatural yang sengaja dihadirkan Tuhan untuk hamba-hambanya di bumi. So.. kerinduan bagian dari cinta ya sobat. Maka, obati kerinduan dengan cara-cara yang dapat menambah kerinduan itu sendiri, seperti dengan panjatan doa, sholat malam dan lainnya, begitulah kata sang pujangga Ibnun.

Sekian omong kosong hari ini.. semoga terhihubur.. hehe

Poetry Written by : Ibnun
Interpreted by : Brissy