Minggu, 24 Januari 2016

Allah Berkehendak Lain

Allah Berkehendak Lain

"Allah tidak akan memberi ujian atau beban diatas batas kemampuan hambaNya.",

Bagaimana rasanya jika apa yang kamu inginkan, yang kamu rencanakan ternyata berbeda dengan kenyataan, dalam arti lain, tidak sama dengan apa yang Allah kehendaki? bimbang, bingung, panik? ya mungkin itu yang akan kita rasakan.

Munas KMNU 2016 menjadi titik awal kejadian luar biasa dalam hidup saya. bagaimana tidak, saya yang awalnya ngotot tidak akan mencalonkan diri sebagai calon presisium nasional (presnas) KMNU pusat, tiba-tiba diakhir malah menjadi presnas 1 dari lima presnas yang diangkat.

ini yang menjadikan adanya "shock emotion" dalam diri saya. kondisi dimana seakan saya tidak tahu apa yang sudah terjadi. berjalan begitu saja, yang tadinya tidak bersedia menjadi bersedia, dan pada akhirnya begitulah hasilnya.

mengapa akhirnya saya bersedia?
orang tua menjadi bagian terpenting dalam hidup saya, khususnya seorang ibu. saya akan "sam'an watho'atan" terhadap apa yang didawuhkan beliau. dan saya jelaskan apa yang ada,  yang pada akhirnya beliau meridhoi ini.

"kun fayakun", apabila Allah menghendaki, jadilah!. tidak ada yang tahu apa yang akan terjadi dalam forum tertinggi organisasi mahasiswa NU nasional ini. semua mengalir begitu saja tanpa adanya suatu settingan apapun. dan ternyata dugaan saya benar, bahwa yang menjadi presnas adalah orang-orang yang sudah saya ramalkan, meskipun ada yang meleset sedikit.

dukungan dari sahabat-sahabat KMNU IPB, rekan-rekan KMNU PT yang lain, presnas lama, dan MPO KMNU, dan orang tua membuat saya tidak punya jalan lain selain bersedia mencalonkan diri menjadi presnas KMNU. dan ini menjadi ruh kekuatan yang begitu besar dalam diri saya untuk mantab menjadi calon yang akhirnya dipilih menjadi presnas 1 tersebut. Tanpa adanya kesombongan dan ambisi jabatan sedikitpun, saya benar-benar mencalonkan diri karena saya ada keinginan untuk tetap mengabdikan di KMNU.

berangkat dari itu, saya berharap bisa benar-benar amanah, dan mampu membawa perubahan yang cukup signifikan terhadap kemajuan KMNU untuk turut membangun NKRI. mohon doa dan dukungan dari semua pihak sehingga saya bisa selalu dikuatkan dan menjadi pimpinan yang baik.

Bogor, 25 Januari 2016.
Hasan Bisri
Optimizing Farmers' Field Schools of integrated Pest management for integrated pesticides management in Indonesia

Optimizing Farmers' Field Schools of integrated Pest management for integrated pesticides management in Indonesia



Hasan Bisri, Student of Bogor Agricultural University.
Who does not need to eat? none of the people in this world who are able to withstand hunger in a few days. This is a sign that the agricultural sector still  an issue that never stale to always be discussed in this increasingly modern era. Agriculture will always be an important sector in the side of human life. The agricultural sector is a basis sector which must be fulfilled. As long as humans are still alive in the world, agriculture absolutly has to be done with great effort. Needs Maslow's theory states that the basic human needs are physiological needs, it means that the basic factors like food become necessity before any other human needs are fulfilled.
The current world population is 5.3 billion and will rise by approximately 250 000 people every day (FAO 2015). As a result of food deficits, nearly 1 000 million people do not get enough to eat and over 400 million are chronically malnourished. Every year 11 million children under the age of five die from hunger or hunger-related diseases (Lean, Hinrichsen and Markham, 1990). Then, who will feed all human beings in this world unless from the agricultural sector. Increasing gricultural production absolutely must be done if we don’t want to famine disaster occur.
One of tne most important factor that obstruct production of agricultural are the presence of pests and diseases plant. Plant pests and diseases attack in Indonesia can decrease the yield 30-40% of agricultural products (Kementan 2013). Interference by pests and plant diseases not only at the time of cultivation practices, but also to the post-harvest agricultural products.
Nowadays, there are many farmers who use chemical pesticides as a main control pests and plant diseases. This condition occurs due to the lack of socialization of other control options that are safer for farmers. In addition, another with the low quality of education of farming actors in Indonesia as well as their age already old. BPS (2013) says that the average age of farmers is 54 years old and BPS (2010) that 55% of Indonesian farmers only finished elementary school or no school, and only about 5% are graduates.
Indication of pesticide negative impacts use is already being felt by all parties at the end of the 19th century with the emergence of pest resistance, resurgence, and the emergence of secondary pests, as well as adverse effects on human health and nature (Ohmart 2002). So that way, many scientists worked hard to research until finally came the new concept of control that is not only how to eradicate all of arthropods in agriculture field with chemical pesticides, but by managing agro-ecosystems so that the abundance of agricultural pests below threshold by integrating various control techniques. This is what is called the integrated pest management (IPM) (FAO 2015). By using IPM, pesticide use can be reduced.
The effort of pest control in accordance with the government policy in the Act No. 12/1992 and PP 6/1995 suggests that the plant protection carried out in accordance IPM system. Likewise responsibility for the implementation of the program is the responsibility of governments and communities together.
Implementation of the IPM application has actually been done by the government with forming a farmers’ field school of itegrated pest management, known as FFS. FFS is one approach of IPM application to improve the knowledge, skills, and attitudes of farmers in managing the pest in accordance with the concept of IPM (Earth 2015). FFS is so suitable with the the implementation context of IPM in Indonesia (Ministry of Agriculture 2013). FFS goal is to reduce the use of chemical pesticides and to increase the production of farming both quantity and quanlity (Rizal 2007).
Miller (2004) said that the use of pesticides progressively increasing, especially in developing countries like Indonesia. This shows unoptimal transfer process process of IPM technology through FFS program in Indonesia. One of the weaknesses in the implementation of the FFS program is the lack of agricultural extension workers and the participation of FFS in the field. Ministry of Agriculture (2014) revealed that Indonesia still needs 27 269 extension staff from the existing ones. As well as the low of participation level of the farmers. Based on Arifah research (2002) says that the level of participation of farmers to FFS program is not always high, for example in Ciherang village, Bogor, only 34.29% are actively participating.
One of the factors that affect the level of participation in the FFS participans are the extension methods. Arifah (2002) also said that the most preferred method by farmers is directly practice in the field. In addition, farmers also have a tendency to be easily redirected when viewing the evidence directly. This relates to the majority of farmers who are minimal human resources education and old age.
Limitations of the existence of agricultural extension officers in the field can be minimized by optimizing the level of participation of FFS farmers. Optimization of participation can be increased by improving extension methods, namely the practice of direct evidence that already exists in the field.
Land ownership for extension workers is a solution for limited FFS staff to implementate FFS programe. FFS officer should be given a plot of land (plots) that near to the farming practices of FFS participants. FFS officer also do the cultivation practice in his field by IPM methode. Counseling practice undertaken officers will also be done on their own land cultivated by the FFS offiser. With visible results are expected to be more participatory because the farmers can see the results directly.
The success of the officer in increasing farmer participation in the FFS programe  will have an impact on the optimal implementation of IPM programs in the field. So the use of harmful chemical pesticides can be reduced gradually and integrately with good implementation of IPM.


Senin, 11 Januari 2016

Hasan Brissy's Day

Tehere was already 3.5 years I studied in Bogor agricultural university, Indonesia. And now, i must prepare my effort to face the dreams then. Just wait the story!!

Potensi Pondok Pesantren Sebagai Lembaga Penunjang Pengimplementasian Teknologi Pengendalian Hama Penyakit Terpadu pada Pertanian di Indonesia.

Hasan Bisri, Institut Pertanian Bogor

            Perkara penyediaan pangan bagi hajat hidup manusia merupakan salah satu hal terpenting bagi milyaran manusia dari berbagai belahan dunia manapun. Selama manusia masih lestari, manusia akan tetap membutuhkan sektor pertanian. Proklamator kemerdekaan Indoensia, Ir.Soekarno pada peletakan batu pertama pembangunan Fakultas pertanian di Bogor pada 1963 mengatakan “soal penyediaan pangan untuk rakyat adalah perkara hidup atau mati”. Ini membuktikan bahwa semangat pemecahan masalah pertanian sudah tertanam semenjak negara besar ini didirikan.
            Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki megabiodiversitas organisme. Sumber daya alam Indonesia merupakan modal besar untuk menjadi negara yang maju. Pertanian menjadi potensi unggulan mengingat Indonesia memiliki kekayaan alam yang sangat menunjang bagi keberlangsungan usaha pertanian. BPS (2015) mengungkapkan bahwa luas sawah Indonesia tahun 2013 adalah 8.112.103 hektar. Ini belum terhitung lahan-lahan tegalan atau lahan perkebunan lainnya.
Keunggulan sumberdaya alam lantas tidak begitu saja membuat sebuah bangsa menjadi maju. Faktanya, kemiskinan masih melanda jutaan rakyat Indonesia di berbagai tempat. Lebih buruk lagi, sektor pertanian justru menjadi penyumbang besar angka kemiskinan. Data BPS (2015) mengungkapkan bahwa rumah tangga miskin Indonesia pada semester kedua tahun 2014 sebanyak 51,67%  bekerja disektor pertanian. Jumlah penduduk miskin di Indonesia tahun 2014 adalah 27.727.780 jiwa dengan  17.371.090 jiwa merupakan penduduk desa. Ini artinya hampir 63 % dari penduduk miskin di Indonesia adalah mereka yang hidup di Desa.
            Selain kemiskinan, sektor pertanian di Indonesia juga masih menghadapi berbagai persoalan yang sulit diatasi. Beberapa masalah utama pada sektor pertanian adalah pasar dan tataniaga, faktor kepemilikan lahan, birokrasi, permodalan, keterampilan, teknologi, mentalitas, organisasi petani, infrastruktur, kebijakan, informasi, dan kualitas sumberdaya manusia. Belum lagi persoalan hama dan penyakit tanaman yang sering kali menggalkan panen para petani dan mampu menurunkan hasil produksi sampai 100 %. Ini menjadikan perlunya strategi khusus untuk mengurai benang rumit pada sektor penting ini.
Pondok Pesantren dan Peluangnya untuk Menunjang Pembangunan Pertanian
            Pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan tertua di Indonesia. Secara de facto pondok pesantren bersama madrasah telah berkontribusi signifikan terhadap upaya mencerdaskan kehidupan bangsa. Bahkan keberadaan pondok pesantren yang tersebar di pelosok-pelosok negeri telah ada sebelum era kemerdekaan Indonesia (Kemenag 2015). Jumlah pondok pesantren di Indonesia mencapai puluhan ribu. Salah satu provinsi terbanyak dengan jumlah pesantren adalah Jawa timur dengan 4.189 Pondok pesantren, Jawa tengah dengan 3.433 pesantren dan Jawa barat dengan 6.205 Pondok pesantren (Kemenag 2015).
Secara mendasar, Pondok pesantren berperanan yang lebih fungsional dan memiliki potensi pendidikan, dakwah dan kemasyarakatan (Sholeh 1989). Fungsi yang pertama adalah fungsi pendidikan. Sebagai lembaga pendidikan, pondok pesantren memiliki kewajiban untuk mencerdaskan kehidupan masyarakat dan bertanggung jawab atas keberlangsungan tradisi keislaman dalam arti luas. Fungsi kedua adalah fungsi dakwah. Dakwah yang dilakukan oleh pondok pesantren disamping melalui fungsi pendidikan dan kultural adalah melalui kegiatan kemasyarakatan. Dan Fungsi ketiga adalah fungsi kemasyarakatan. Pondok pesantren memiliki andil besar dalam membangun bermasyarakat mengingat statusnya sendiri sebagai lembaga masyarakat. Pada akhirnya, pondok pesantren tidak hanya menjadi lembaga agama, namun juga menjadi lembaga msyarakat karena sering sekali lembaga ini menyelesaikan permasalahan dalam masyarakat.
Menurut Halim et al (2005), Pondok pesantren merupakan tempat untuk mencetak generasi dengan SDM yang handal. Faozan (2006) juga mengatakan bahwa pesantren telah terlibat dalam proses perubahan sosial (sosial change). Selain itu, Rimbawan (2013) mengungkapkan bahwa pada umumnya pondok pesantren memiliki 5 potensi, yakni : (1) sumber daya manusia, yakni  santri yang jumlahnya tidak sedikit, (2)kepemilikan lahan, kebanyakan setiap pesantren memiliki lahan terutama yang ada di pedesaan. (3)Potensi pasar, (4)  potensi teknologi, yakni berpotensi untuk dikembangkannya sebuah teknologi, dan (5) kepemimpinan dari kiai yang ditaati dan dihormati. Dengan potensi yang ada, pondok pesantren sangat mungkin membantu terimplementasinya transfer teknologi yang saat ini susah diterapkan pada masyarakat pertanian di Indonesia.
            Salah satu teknologi yang masih terkendala adalah implementasi teknologi pengendalian hama terpadu (PHT). Pemerintah sendiri telah menetapkan kebijakan dasar penggunaan PHT dalam setiap pengendalian hama dan penyakit tanaman yang tercantum dalam UU nomer 12 tahun 1992 tentang sistem budidaya tanaman (Saleh 2010).Teknologi ini telah terbukti mampu menurunkan penggunaan pestisida kimia berbahaya oleh para petani dan menurunkan biaya kerusakan akibat serangan hama dan penyakit pada lahan budidaya pertanian (Irham dan Mariyono 2001).
            Implementasi yang sudah dilakukan adalah dengan metode penyuluhan berbasis sekolah lapang berupa Sekolah Lapang PHT (SL-PHT). Namun, metode ini realitanya dilapangan kurang optimal secara luas karena beberapa kasus, yaitu petani kurang partisipatif terhadap penyuluh, terbatasnya jumlah penyuluh, dan kebiasaan petani untuk menggunakan pestisida (Arifah 2002). Selain itu, SDM petani yang kebanyakan berpendidikan rendah dan usia yang menua menambah kompleksitas hambatan transfer teknologi PHT kepada pelaku usaha tani dilapangan. Memang pada kenyataan dilapang sering sekali kita lihat penggunaan pestisida kimia yang sudah tidak terkendali yang mengakibatkan dampak buruk bagi lingkungan maupun manusia dan hewan.
            Pondok pesantren sebagai lembaga yang sudah terbukti eksis di tengah-tengah masyarakat memiliki potensi untuk dikembangkannya pada fokus pendidikan pertanian. Potensi-potensi seperti : berbasiskan masyarakat pedesaan yang merupakan pusat kegiatan pertanian, diisi oleh peserta didik muda yang berasal dari masyarakat, dan sudah terbukti sebagai pendakwah agama yang diperhitungkan ditengah-tengah masyarakat menjadikan lembaga ini lebih unggul potensinya dibandingkan sekolah-sekolah umum maupun lembaga seperti perguruan tinggi dan balai-balai penelitian dalam hal kedekatannya dengan masyarakat. Permasalahan terkendalanya transfer teknologi dari peneliti kepada masyarakat, seperti PHT terhadap petani yang merupakan masyarakat lapisan bawah akan terpecahkan dengan munculnya pesantren yang ikut andil sebagai ujung tombak di lapangan. Ditambah lagi alumni pesantren yang siap terjun kedalam lapisan masyarakat yang akan menjadi figur tokoh yang akan mendakwahkan pertanian disamping misi utamanya sebagai pendakwah agama.
Dengan demikian, pondok pesantren akan menjadi salah satu institusi yang juga di fokuskan untuk pusat studi pertanian sehingga mampu membantu mengimplementasikan berbagai teknologi pertanian teraktual khususnya implementasi PHT, serta mampu mencetak generasi cerdas pertanian dalam rangka membangun pertanian untuk mengentaskan kemiskinan. Didalamnya, santri diajarkan pertanian dalam arti luas dan mempraktikannya di lahan milik pesantren.
            Pemerintah diharapkan mulai melirik pondok pesantren sebagai salah satu lembaga penunjang pengimplementasian pembangunan pertanian dengan cara memasukkan kurikulum pendidikan pertanian yang lebih kearah praktik untuk membantu menunjang pengimplementasian transver teknologi kedalam masyarakat, khususnya PHT kepada para pelaku usaha tani.

Daftar Pustaka
Amin Haedari, dkk, Amin Haedari &Abdullah Hanif, (Eds.), Masa Depan Pesantren dalam Tantangan Modernitas dan Tantangan Kompleksitas Global, h.31-32 
Arifah Nur.2002.Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat partisipasi petani dalam program sekolah lapang pengendalian hama terpadu (SL-PHT).(Skripsi).Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.
[BPS] badan Pusat Statistik.2015.Karakteristik rumah tangga miskin dan rumah tangga tidak miskin 1970-2013.[Internet]. Tersedia pada http://bps.go.id. Diunduh pada (2015 12 28) pukul 17.00 WIB.
___________________.2015.Luas sawah menurut provinsi (ha) 2003-2013.[Internet]. Tersedia pada http://bps.go.id. Diunduh pada (2015 12 28) pukul 17.30 WIB.
Faozan Achmad.2006. Pondok pesantren dan pemberdayaan ekonomi.Jurnal Studi Islam dan Budaya.4(1).hlm.88-102
Irham dan Mariyono J.2001.Perubahan cara pengambilan keputusan oleh petani pengendalian hama terpadu (PHT) dalam menggunakan pestisida kimia pada padi. Manusia dan Lingkungan.8(2).hlm.91-97.
[Kemenag] Kementerian Agama RI.2015. Apresiasi pendidikan islam 2015 : Memacu Budaya Berprestasi dalam Pendidikan Islam.[internet]. Tersedia pada http://pendis.kemenag.go.id/index.php?a=detilberita&id=7833#.VoDglU-4Fz0. Diunduh pada (2015 12 28) pukul 14.18 WIB.
___________________.2008.Direktori Pondok Pesantren 2007/2008. Tersedia pada http://pendis.kemenag.go.id/index.php?a=artikel&id2=statponpes2009#.VoDjgE-4Fz0. Diunduh pada (2015 12 28) pukul 14.32 WIB. Jakarta (ID):Bagian Perencanaan Data dan Setditjen Pendidikan Islam.
Saleh Nasir.2010.Optimalisasi pengendalian terpadu penyakit bercak daun dan karat pada kacang tanah.Pengenmbangan Inovasi Pertanian.3(4) hlm.289-305.
Shonhaji Sholeh. 1997. Pesantren dan Perubahan, Santri. No. 06 Juni
Yoyok Rimbawan.2013.Pesantren dan ekonomi.proseding. annual international of islamic studenst XII.UIN surabaya. Uinsby.ac.id.
*Essay ini digunakan untuk submit program 2nd Best of The Best Mataair Foundation 2015