Hasan
Bisri, Institut Pertanian Bogor
Perkara penyediaan pangan bagi
hajat hidup manusia merupakan salah satu hal terpenting bagi milyaran manusia
dari berbagai belahan dunia manapun. Selama manusia masih lestari, manusia akan
tetap membutuhkan sektor pertanian. Proklamator kemerdekaan Indoensia,
Ir.Soekarno pada peletakan batu pertama pembangunan Fakultas pertanian di Bogor
pada 1963 mengatakan “soal penyediaan pangan untuk rakyat adalah perkara hidup
atau mati”. Ini membuktikan bahwa semangat pemecahan masalah pertanian sudah
tertanam semenjak negara besar ini didirikan.
Indonesia
merupakan negara agraris yang memiliki megabiodiversitas organisme. Sumber daya
alam Indonesia merupakan modal besar untuk menjadi negara yang maju. Pertanian
menjadi potensi unggulan mengingat Indonesia memiliki kekayaan alam yang sangat
menunjang bagi keberlangsungan usaha pertanian. BPS (2015) mengungkapkan bahwa luas
sawah Indonesia tahun 2013 adalah 8.112.103 hektar. Ini belum
terhitung lahan-lahan tegalan atau lahan perkebunan lainnya.
Keunggulan sumberdaya
alam lantas tidak begitu saja membuat sebuah bangsa menjadi maju. Faktanya, kemiskinan
masih melanda jutaan rakyat Indonesia di berbagai tempat. Lebih buruk lagi,
sektor pertanian justru menjadi penyumbang besar angka kemiskinan. Data BPS (2015)
mengungkapkan bahwa rumah tangga miskin Indonesia pada semester kedua tahun
2014 sebanyak 51,67% bekerja disektor
pertanian. Jumlah penduduk miskin di Indonesia tahun 2014 adalah 27.727.780
jiwa dengan 17.371.090 jiwa merupakan
penduduk desa. Ini artinya hampir 63 % dari penduduk miskin di Indonesia adalah
mereka yang hidup di Desa.
Selain
kemiskinan, sektor pertanian di Indonesia juga masih menghadapi berbagai
persoalan yang sulit diatasi. Beberapa masalah utama pada sektor pertanian
adalah pasar dan tataniaga, faktor kepemilikan lahan, birokrasi, permodalan,
keterampilan, teknologi, mentalitas, organisasi petani, infrastruktur,
kebijakan, informasi, dan kualitas sumberdaya manusia. Belum lagi persoalan
hama dan penyakit tanaman yang sering kali menggalkan panen para petani dan
mampu menurunkan hasil produksi sampai 100 %. Ini menjadikan perlunya strategi
khusus untuk mengurai benang rumit pada sektor penting ini.
Pondok
Pesantren dan Peluangnya untuk Menunjang Pembangunan Pertanian
Pondok
pesantren merupakan lembaga pendidikan tertua di Indonesia. Secara de facto pondok pesantren bersama
madrasah telah berkontribusi signifikan terhadap upaya mencerdaskan kehidupan
bangsa. Bahkan keberadaan pondok pesantren yang tersebar di pelosok-pelosok
negeri telah ada sebelum era kemerdekaan Indonesia (Kemenag 2015). Jumlah
pondok pesantren di Indonesia mencapai puluhan ribu. Salah satu provinsi
terbanyak dengan jumlah pesantren adalah Jawa timur dengan 4.189 Pondok
pesantren, Jawa tengah dengan 3.433 pesantren dan Jawa barat dengan 6.205
Pondok pesantren (Kemenag 2015).
Secara mendasar,
Pondok pesantren berperanan yang lebih fungsional dan memiliki potensi
pendidikan, dakwah dan kemasyarakatan (Sholeh 1989). Fungsi yang pertama adalah fungsi pendidikan.
Sebagai lembaga pendidikan, pondok pesantren memiliki kewajiban untuk
mencerdaskan kehidupan masyarakat dan bertanggung jawab atas keberlangsungan tradisi
keislaman dalam arti luas. Fungsi kedua adalah
fungsi dakwah. Dakwah yang dilakukan oleh pondok pesantren disamping melalui
fungsi pendidikan dan kultural adalah melalui kegiatan kemasyarakatan. Dan
Fungsi ketiga adalah fungsi
kemasyarakatan. Pondok pesantren memiliki andil besar dalam membangun
bermasyarakat mengingat statusnya sendiri sebagai lembaga masyarakat. Pada akhirnya,
pondok pesantren tidak hanya menjadi lembaga agama, namun juga menjadi lembaga
msyarakat karena sering sekali lembaga ini menyelesaikan permasalahan dalam
masyarakat.
Menurut Halim et al (2005), Pondok pesantren merupakan
tempat untuk mencetak generasi dengan SDM yang handal. Faozan (2006) juga
mengatakan bahwa pesantren telah terlibat dalam proses perubahan sosial (sosial change). Selain itu, Rimbawan
(2013) mengungkapkan bahwa pada umumnya pondok pesantren memiliki 5 potensi,
yakni : (1) sumber daya manusia, yakni
santri yang jumlahnya tidak sedikit, (2)kepemilikan lahan, kebanyakan
setiap pesantren memiliki lahan terutama yang ada di pedesaan. (3)Potensi
pasar, (4) potensi teknologi, yakni
berpotensi untuk dikembangkannya sebuah teknologi, dan (5) kepemimpinan dari
kiai yang ditaati dan dihormati. Dengan potensi yang ada, pondok pesantren
sangat mungkin membantu terimplementasinya transfer teknologi yang saat ini
susah diterapkan pada masyarakat pertanian di Indonesia.
Salah
satu teknologi yang masih terkendala adalah implementasi teknologi pengendalian
hama terpadu (PHT). Pemerintah sendiri telah menetapkan kebijakan dasar
penggunaan PHT dalam setiap pengendalian hama dan penyakit tanaman yang
tercantum dalam UU nomer 12 tahun 1992 tentang sistem budidaya tanaman (Saleh
2010).Teknologi ini telah terbukti mampu menurunkan penggunaan pestisida kimia
berbahaya oleh para petani dan menurunkan biaya kerusakan akibat serangan hama
dan penyakit pada lahan budidaya pertanian (Irham dan Mariyono 2001).
Implementasi
yang sudah dilakukan adalah dengan metode penyuluhan berbasis sekolah lapang
berupa Sekolah Lapang PHT (SL-PHT). Namun, metode ini realitanya dilapangan
kurang optimal secara luas karena beberapa kasus, yaitu petani kurang
partisipatif terhadap penyuluh, terbatasnya jumlah penyuluh, dan kebiasaan
petani untuk menggunakan pestisida (Arifah 2002). Selain itu, SDM petani yang
kebanyakan berpendidikan rendah dan usia yang menua menambah kompleksitas
hambatan transfer teknologi PHT kepada pelaku usaha tani dilapangan. Memang
pada kenyataan dilapang sering sekali kita lihat penggunaan pestisida kimia
yang sudah tidak terkendali yang mengakibatkan dampak buruk bagi lingkungan
maupun manusia dan hewan.
Pondok
pesantren sebagai lembaga yang sudah terbukti eksis di tengah-tengah masyarakat
memiliki potensi untuk dikembangkannya pada fokus pendidikan pertanian.
Potensi-potensi seperti : berbasiskan masyarakat pedesaan yang merupakan pusat
kegiatan pertanian, diisi oleh peserta didik muda yang berasal dari masyarakat,
dan sudah terbukti sebagai pendakwah agama yang diperhitungkan ditengah-tengah
masyarakat menjadikan lembaga ini lebih unggul potensinya dibandingkan
sekolah-sekolah umum maupun lembaga seperti perguruan tinggi dan balai-balai
penelitian dalam hal kedekatannya dengan masyarakat. Permasalahan terkendalanya
transfer teknologi dari peneliti kepada masyarakat, seperti PHT terhadap petani
yang merupakan masyarakat lapisan bawah akan terpecahkan dengan munculnya
pesantren yang ikut andil sebagai ujung tombak di lapangan. Ditambah lagi
alumni pesantren yang siap terjun kedalam lapisan masyarakat yang akan menjadi
figur tokoh yang akan mendakwahkan pertanian disamping misi utamanya sebagai
pendakwah agama.
Dengan demikian, pondok
pesantren akan menjadi salah satu institusi yang juga di fokuskan untuk pusat
studi pertanian sehingga mampu membantu mengimplementasikan berbagai teknologi
pertanian teraktual khususnya implementasi PHT, serta mampu mencetak generasi
cerdas pertanian dalam rangka membangun pertanian untuk mengentaskan
kemiskinan. Didalamnya, santri diajarkan pertanian dalam arti luas dan
mempraktikannya di lahan milik pesantren.
Pemerintah
diharapkan mulai melirik pondok pesantren sebagai salah satu lembaga penunjang
pengimplementasian pembangunan pertanian dengan cara memasukkan kurikulum
pendidikan pertanian yang lebih kearah praktik untuk membantu menunjang
pengimplementasian transver teknologi kedalam masyarakat, khususnya PHT kepada
para pelaku usaha tani.
Daftar
Pustaka
Amin Haedari,
dkk, Amin Haedari &Abdullah Hanif, (Eds.), Masa Depan Pesantren dalam
Tantangan Modernitas dan Tantangan Kompleksitas Global, h.31-32
Arifah
Nur.2002.Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat partisipasi petani dalam
program sekolah lapang pengendalian hama terpadu (SL-PHT).(Skripsi).Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.
[BPS] badan
Pusat Statistik.2015.Karakteristik rumah tangga miskin dan rumah tangga tidak
miskin 1970-2013.[Internet]. Tersedia
pada http://bps.go.id. Diunduh pada
(2015 12 28) pukul 17.00 WIB.
___________________.2015.Luas
sawah menurut provinsi (ha) 2003-2013.[Internet].
Tersedia pada http://bps.go.id.
Diunduh pada (2015 12 28) pukul 17.30 WIB.
Faozan Achmad.2006. Pondok pesantren dan pemberdayaan ekonomi.Jurnal
Studi Islam dan Budaya.4(1).hlm.88-102
Irham dan Mariyono J.2001.Perubahan cara
pengambilan keputusan oleh petani pengendalian hama terpadu (PHT) dalam
menggunakan pestisida kimia pada padi. Manusia
dan Lingkungan.8(2).hlm.91-97.
___________________.2008.Direktori
Pondok Pesantren 2007/2008. Tersedia pada http://pendis.kemenag.go.id/index.php?a=artikel&id2=statponpes2009#.VoDjgE-4Fz0. Diunduh pada (2015 12 28) pukul
14.32 WIB. Jakarta (ID):Bagian Perencanaan Data dan Setditjen Pendidikan Islam.
Saleh
Nasir.2010.Optimalisasi pengendalian terpadu penyakit bercak daun dan karat
pada kacang tanah.Pengenmbangan Inovasi
Pertanian.3(4) hlm.289-305.
Shonhaji
Sholeh. 1997. Pesantren dan Perubahan, Santri. No. 06 Juni
Yoyok
Rimbawan.2013.Pesantren dan ekonomi.proseding. annual international of islamic
studenst XII.UIN surabaya. Uinsby.ac.id.
*Essay ini digunakan untuk submit program 2nd Best of The Best Mataair Foundation 2015