“pohon kuat dan besar tak tumbuh di lahan budidaya, tapi dari hutan belantara”,
Sebuah ungkapan yang
menggambarkan sosok yang hendak saya ceritakan nanti. Sebuah inspirasi nyata
yang hidup dan bercerita dalam bayangnya. Menjadi energi-energi yang tak ada
habisnya untuk menyinari seluruh sudut masyarakat dan dunia. Menjadi teladan
bagi siapa yang terlahir dari nutfahnya dan kerabat tetangga. Sang pahlawan
bangsa, yang turut mengemban visi negara; “mencerdaskan kehidupan bangsa”.
Adalah Farkhan, sebuah nama yang
sederhana yang jelas menggambarkan siapa dia. Arti “gembira/senang” yang ada
dalam makna bahasa arab satu kata itu setidaknya tergambarkan wajah senyumnya.
Ia bukanlah orang kaya, bukan
pula pejabat, kiai, tentara, pahlawan perang, atau tokoh besar dunia, namun
setidaknya beliau telah menjadi orang terkaya dalam hatinya, pejabat dalam
keteguhannya, kiai keluarganya, tentara dalam imannya, pahlawan bagi
anak-anaknya, dan tokoh bagi saya, penulis cerita. Sang cita-cita yang tak ada
wacana. Terjun langsung dengan niatan muliya. Tak ada sponsor proyek
pengembangan masyarakat layaknya CSR perusahaan. Tak ada iming-iming dunia yang
melintas, hanya ada satu modal dalam kata; “perjuangan”.
Ibarat benih, beliau adalah benih
dengan vigor terbaik yang mampu tumbuh
di lingkungan subnormal. Ibarat tanaman, beliau adalah spesies yang sudah
teraklimatisasi dan tahan terhadap cekaman lingkungan salin. Yang diragukan
menjadi kebanggaan. Yang lemah menjadi kuat. Yang terpinggirkan menjadi pusat
dilingkungannya. Ialah Farkhan.
Masa Kecil
1951, tepatnya dihari Ahad Pon,
Suparman-nama kecil Farkhan-lahir di tengah-tengah masyarakat Glagahan.
Suparman adalah anak ke 6 dari 7 bersaudara. Dari keluarga sederhana, beliau
memiliki mimpi besar. Beliau memiliki tekad yang kuat untuk mendapatkan
pendidikan yang lebih baik.
Tahun 1961, Suparman sekolah di
bangku Madrasah Wajib Belajar (MWB) di desa Tengguli 2, Jepara. Cerminan
kecerdasan Suparman sudah terlihat sejak kecil. Suparman selalu mendapat nilai
terbaik di sekolah itu. Sebuah Sekolah dasar yang didirikan oleh almarhum Kiai
Rachmat, tokoh agama di desa Tersebut.
Suparman sekolah dengan kondisi
yang sederhana. Tidak ada sepatu dan tidak ada seragam sekolah bahkan buku
sekalipun. Semua dijalani dengan sebaik-baiknya murid. Beliau tekun dan sabar
dalam belajar meski dengan keterbatasan.
Remaja
Niatan keras belajar Supahman
terbukti kuat selepas lulus MWB Tengguli (setara dengan MI). Dikala pendidikan
dirasa tidak terlalu penting bagi masyarakat desa, Suparman bertekad untuk ikut
mengaji di ponpes nya KH.Abdul Hadi, ulama terkemuka di desa Tengguli. ia
tercatat belajar disana selama kurang lebih satu tahun. Ia menamatkan beberapa
pelajaran disana, mulai dari ilmu alat (nahwi sorof) dan ilmu lainnya.
Kecerdasan Suparman terlihat
jelas di sekolah nonformal ini. singkat cerita, ia menjadi murid kinasihnya KH. Abdul Hadi. Suparman yang
keseringan sakit dan tidak masuk sekolah akhirnya di panggil oleh sang guru.
KH. Abdul Hadi kemudian mengubah nama Suparman menjadi “Farhan” yang artinya
“gembira”.
“sekarang namamu saya ganti menjadi Farkhan, Suparman itu artinya orang sakit” ucap beliau. Beliau menambahkan dan mengumumkan di depan teman-teman Suparman bahwa siapapun yang masih memanggil nama Suparman haram mulai dari sekarang, imbuhnya.
Penggantian ini diperkuat dengan
pengumuman KH. Abdul hadi di forum Muslimatan, forum ibu Nahdliyyat bahwa nama
anak dari ibu Kamsinah, ibu Suparman, telah diganti menjadi Farkhan.
Di madrasah ini, Farkhan, membiayai
dengan usahanya sendiri, dengan mengumpulkan uang sedikit demi sedikit untuk
biaya sekolah.
Selepas satu tahun belajar di KH.
Abdul Hadi tengguli, Farkhan melanjutkan belajar mengaji Qur’an ke salah
seorang Kiai terkemuka di Bangsri. Beliau adalah KH. Alhafidz, ayahanda
Hj.Muyassaroh pengasuh Ponpes Darut ta’lim Bangsri. Kiai ini merupakan kiai
yang terkenal dengan Qiro’ah Quran yang sangat baik.
Tanpa ada yang menyuruh, Farkhan
dengan beberapa kawan-kawannya berangkat mengaji setiap jam 4 sore tiap hari.
Perjalan mengaji dari rumah tidaklah dekat. Dari desa Tengguli sampai Bangsri
kurang lebih 2-3 KM. Beliau lakukan dengan jalan kaki. Dan itu setiap hari.
Dari Kiai Hafidz lah beliau
belajar membaca dan memaknai arti Qur’an. Ini menjadi modal beliau untuk
mengabdi di masyarakat. Belajar mengaji ini dilakukan kurang lebih selama satu
tahunan.
Penggembala Ternak.
Sejak sekolah di MWB Tengguli 2,
Farkhan kecil sudah terlatih mandiri dan pekerja keras. Beliau dari MWB sudah
menggembalakan kambing. Kegiatan ini beliau lakukan setiap kali selesai
sekolah.
Bukan kambing sendiri, tapi
kambingnya salah seorang polisi bangsri. Ya tentunya ada imbalan yang ia dapat
dari kambing orang yang ia pelihara.
Nasib baik menghampiri beliau,
dari yang awalnya menggembala kambing menjadi menggembala sapi, begitu
ceritanya. Tentunya ini menjadi lebih menguntungkan secara priibadinya
Meniti Karir
Semenjak remaja, Farkhan mulai
menjadi ketua Jam’iyyah Qori’ di MI Tengguli yang di ajar oleh Ust.Akhmad
Sa’dan. Murid jam’iyyah ini adalah anak-anak dan remaja sekitar Mi itu.
Termasuk Suyati, gadis Oro-oro yang kelak menjadi istri farkhan.
Beliau tercatat pernah
memperbaiki suara dengan melakukan “cor” di Kudus, sebuah treatment untuk
memperbaiki kualitas suara.
Menginjak usia 26an, ada cerita ia
berbincang-bincang dengan Mustahar, teman akrab Farkhan.
“parkan, kamu nanti mau kemana
kalau sudah dewasa?”, tanya Mustahar.
“Aku pengen ke daerah yang minus
pendidikan kang” jawab Farkhan.
“aku pengen nikah dan menikahi
wanita sabagai sarana untuk berjuang mendirikan agama Allah disana”, mantab
farhan menjawab.
Tahun 1977, pada usia 26 tahun,
farkhan menikahi gadis asal oro-oro, sebuah tempat di dusun Kemlokomanis
tengguli yang masih minus pendidikan dan agama. Berawal dari perkenalan di
jam’iyyah Qori MI Tengguli, Suyati, yang merupakan murid dalam majelis itu, tak
disangka mengesankan tatapan mata farkhan yang kala itu menjadi ketua
jam’iyyah. Singkat cerita, Farkhan kesengsem
dengan Suyati dan berencana
menikahinya.
Yang perlu digaris bawahi adalah Sosok farkhan yang menikahi Suyati atas dasar memperjuangkan agama Allah, yang merupakan menjadi niatan pertama, cinta yang mendasari kekuatan cinta Farhan yang tidak hanya menjadi cinta nafsu belaka.
Awal perkenalan Farkhan-Suyati
adalah melalui surat. Tidak ada pacaran kala itu.
Satu bulan lamanya mereka
menjalin cinta dalam surat menyurat. Setelah jawaban lamaran diterima, Farkhan
langsung melamar dan menikahi Suyati, gadis oro-oro yang sukses memikat hati
Farkhan. Tahun 1977.
Perjuangan Dimulai
Sesuai dengan niatan awal,
Farkhan memutuskan untuk tinggal di lingkungan masyarakat sang mertua di
wilayah Oro-oro. Dilingkungan barunya itu, Farkhan dan istri memulai kehidupan
baru untuk mengikuti jejak sang Rasul untuk membangun surga dunia.
Tahun 1979, dua tahun selepas
menikah, farkhan memulai perjuangannya. Berawal dari mendidik bocah-bocah kecil
sekitar rumah untuk mengaji Al-Qur’an. Dibantu mertuanya, Farkhan membuat
sebuah langgar kecil yang terbuat dari tratak Welet, sebuah anyaman dari daun
Rembulung dan berdinding Gedek (bambu) dimana proses belajar dilakukan. Dengan dukungan
masyarakat, dibantulah Farkhan untuk membangun Langgar kecil tersebut. Alhasil,
ada bantuan langgar dari Kalitelon, kampung sebelah, untuk hibah dan inilah
cikal bakal musholla sekarang.
Murid-murid beliau bukanlah orang
lain, tapi tetangga-tetangganya sendiri yang belum banyak yang bisa mengaji.
memang daerah Oro-oro merupakan tempat yang kurang terjangkau pengajaran Agama.
Wilayahnya cukup terpencil disekitar kali dan sawah dan cukup jauh untuk
menjangkau musholla ataupun masjid, apalagi pondok pesantren.
Disana tempat orang-orang
bermaksiat, dan kebodohan. Tak ada cahaya-cahaya agama sama-sekali. Ada tapi
masih sedikit. Diantara murid pertama Farkhan adalah Mulyadi, Sartam, dan
tetangga-tetangga yang sekarang masih hidup, dan menjadi bagian dari masyarakat
madani Oro-oro. Beliau mantab bahwa setidaknya walaupun tidak bisa
menghilangkan 100 persen kemaksiatan, setidaknya maksiat bisa berkurang.
Sebenernya, sebelum menikah pun,
Farkhan sudah mengajarkan pengajian kepada masyarakat di Glagahan, tempat orang
tua Farkhan tinggal.
Farkan membangun Langgar pertama
itu dengan ukuran 5 x 8 meter. Dengan alaskan Lampit, anyaman dari daun pandan,
dan penerangan lampu Petromaks yang masih populer pada zaman itu. Belum ada
listrik waktu itu.
Perjuangan ternyata tidak semua
mulus. Dalam cerita kebaikan selalu saja ada yang tidak suka dengan apa yang
dilakukan Farkhan.
Disuatu malam, datang lah
beberapa orang yang mencoba merusak Langgar Farkhan itu. Gedek pengimaman di
coba untuk di robohkan.
Meski farkhan tahu siapa
pelakunya, tapi farkhan tidak marah. Katanya, itu bagian dari proses berjuang. Bahkan
ada kabar bahwa orang-orang yang memusuhi Farkhan lambat laun malah menjadi
orang yang dekat dengan farkhan.
Tidak hanya Farkhan saja, Suyati,
Istri farkhan juga terkena imbasnya. Beberapa kali Suyati di cemooh karena mau
menjadi istri Farkhan. Bahkan ketika sedang mencuci pakaian suaminya di kali
tambak, Suyati diolok-olok oleh mereka yang membenci Farkhan. “ngapain kamu mau
nyuciin orang kaya dia”, ucap mereka dengan sinis.
Setelah kejadian itu, Langgar
kembali diperbaiki. Masyarakat di himbau kembali untuk mengikuti pengajian. Dilaporkan
ada 50 murid yang mengikuti pengajian setiap malam. Sungguh prestasi yang luar
biasa.
Tidak hanya itu, Farkhan
mendinamisasi metode ngaji dengan memberagamkan kegiatan pada setiap malamnya. Ini
bertujuan agar peserta didik tidak mengalami kebosanan. Malam senin : Srakalan, Malam Ahad : Fasholatan, Malam Rabu : Dziba, Malam
Selasa : tajwid, Malam Jum’at : yasinan. Terkadang biar tidak bosan, beberapa
kali Farkhan mendongengkan kisah 25 Nabi dan Rasul kepada anak-anak dan remaja
muridnya di Langgar.
Pada Masa berumah tangga ini
pula, Farkhan mendirikan Jam’iyyah Manaqib di dua kelompok RT 04 dan sebelah
baratnya (Pak Wagiran). Yang sebelah barat masih berjalan sampai sekarang.
Farkhan juga pernah menjadi ketua Jam’iyyah Manaqib Nurul Huda. Selain itu,
Farkhan juga aktif dalam jam’iyyah Tahtimul Quran Dusun Kemlokomanis, dan masih
ada sampai dengan sekarang.
Semakin suksesnya H.Daryoso, Adik
dari istrinya, H.Daryoso lah yang menyumbang dana terbesar dalam transformasi
langgar menjadi musholla dengan dinding tembok, atap genting dan beralaskan tekel. Dan musholla yang diberi nama Sabilul
Ulum ini kemudian di pugar dan dibangun lebih megah lagi atas dukungan bos
mebel ini juga. Semoga menjadi amal jariyah bagi beliau.
Beberapa murid Farkhan sekarang
banyak yang bertemu jodohnya di Musholla itu. Mungkin lebih dari 10 pasangan
yang ketemu jodohnya di Musholla Sabilul Ulum sederhana itu. Patut menjadi
kenangan indah dalam kasih dan sayang.
Sekarang pula, Farkhan yang telah
memiliki 5 putra ini menjadi imam skaligus khotib sholat Jum’at selapan hari
sekali di masjid Baitur Rohman Kemlokomanis. Beliau sering kali muncul dan di
undang diacara keagamaan yang diadakan masyarakat. Kecintaan Farkhan terhadap
masyarakatnya masih terlihat sampai sekarang, dikala ia telah berusia 65 tahun.
Farkhan selalu tak ada kata menolak ketika dimintai tolong untuk mengisi atau
membantu masyarakatnya.
Perjuangan Cinta
Perjalanan asmara farkhan tidak
selamanya mudah. “Ya.. bagaimana tidak mudah, kenal saja tidak loh sama dia”
kata farkhan. Hanya sebulan surat menyurat, cantik memikat, langsung dilamar. Awalnya
saja Farkhan tidak direstui oleh Orang tuanya sendiri atas keputusannya ini.
Memang, dalam keluarga,
farkhanlah yang mendidik istrinya untuk menjadi istri sebaik-baiknya. Mulai dari
adab, mengaji Alqur’an dan lain sebagainya. Farkhan tidak pernah lupa menafkahi
anak dan istrinya. Ia selalu mengalah untuk istrinya. “ya bagaimana lagi,
karena keutuhan keluarga ini jauuuh lebih penting dibandingkan yang lain,
karena pernikahan ini adalah sebagai sarana saya untuk berjuang. Jadi kalau ada
apa-apa, datang badai bencana rumah tangga, saya akan berusaha
mempertahankannya, sampai matipun,
karena artinya, kalau saya gagal dalam rumah tangga, maka saya gagal dalam
perjuangan di masyarakat ini, meski konsekuensinya
saya selalu mengalah kepada istri ” ucap farkhan.
Selalu yang tertanam dalam benak
Farkhan adalaah, gagal dalam perjuangan adalah sesuatu yang tidak baik. inilah
Perjuangan untuk cinta dan mencitai karena perjuangan.
Diakui farkhan, Suyati adalah
orang yang cantik dan sangat sayang kepada suami dan anak-anaknya. Dia juga
sangat perhatian. “Suyati adalah wanita terhebat yang saya kenal”, tegasnya. Memang
dibalik laki-laki yang hebat ada wanita yang hebat pula.
Beliau berprinsip “Rumah tangga
ini gak akan ada ucapan yang menjadikan nesu.
Selalu berprinsib ramah tamah”, tandasnya. Memang, Farkhan tidak pernah
memarahi siapapun, apalagi terhadap anak dan istrinya. Karakter ramah dan
sabarnya memang luar biasa. Beberapa kali Farkhan mampu mendamaikan tetangga
dan membuat orang-orang mendapatkan jalan menuju hidayahNya.
Farkhan selalu bersyukur dengan
apa yang ia dapatkan. Beliau berprinsip, selama masih kuat bekerja, Farkhan
tidak akan berhenti karena mencari nafkah adalah bagian dari Jihad
Fisabilillah.
Kesuksesan farkhan dalam mendidik
anak diantaranya adalah karena beberapa hal. Diantara nya beliau selalu
istiqomah dalam beberapa kegiatan, termasuk istiqomah dalam memberikan contoh
baik kepada siapapun, terlebih kepada anak-anaknya.
Diantara amalan rutin yang ia
lakukan setiap hari adalah Sholat Qobliyah
Ba’diyah, Sholat tahajud dan hajat ijazah dari Pak Akhyar, Sering mendoakan
anak, ngaji Alqur’an rutin setiap selesai sholat subuh (2-3 Maqro’), khatam 30
Jus dalam satu bulan ramadhan, dan ikut Toriqoh Syadziliyah tapi tidak rutin
dan masih banyak lagi.
Pria yang sudah tua ini dulu
ternyata bercita-cita mondok di Jawa Timur, tapi karena kurang biaya jadi ia
urungkan.
Ia berwasiat kepada anak-anaknya untuk menjadi anak yang sholeh, tercapai semua cita-citanya dan dalam menjalani kehidupan tidak lupa dengan perjuangan islam.
Sepenggal cerita darinya, Pejuang
Bangsa dan Agama
Inspirated by true story
of someone in Kemlokomanis
Bogor, 29 juli 2016,
Robbighfirli waliwa lidayya warhamhuma kama robbayani shoghiro
Berjuang untuk dan karena Cinta
4/
5
Oleh
Unknown