Minggu, 31 Juli 2016

Cerita tak berakhir, di bumi Jepara


Jepara, Liburan kali ini aku sempatkan ke kota kelahiranku, Jepara, Kota Ukir dari semenanjung muria Jawa tengah. tapi, jika kita mau sedikit berlelah, jepara tidak hanya soal ukir dan adipura, tapi jepara adalah alam dan sumber daya alam. ini soal alam, dan ketika berbicara tentang alam, ya... tak perlu di gambarkan.. cukup lihat lah di gambar.

hamparan hijau tanaman pak Tani di sertai tembok dinsing pembatas yang menutup ujung pandangan berpa bukit-bukit dan perbukitan, menyihir para wisatawan. saya bilang wisatawan, karena siap orang yang datang, yang bukan warga setempat adalah wisatawan.

dan luarbiasanya lagi tanpa bayar... padahal gak semua tempat bisa menikmati suasana sejuk seperti ini. jika dirupiyahkan, mungkin ini senilai milyaran.. ya milyaran. ketika pemanasan global, hiruk pikuk kota menghantui siapapun yang datang, penat... ada sisi lain dari bumi kita ini yang sangat menawan. sebuah habitat awal dari manusia.. tempat tinggal yang layak dan melayakkan.

namun sayang, cerita keindahan alam ini tidak seindah para pemilikknya. yap.. Pak Tani. dimana-mana cerita pak tani selalu suram. ada masalah yang menghantui negeri ini. mari bergerak!!

You and Me with Sholawat

The biggest experience is when we gather religious man. yahh... it's wonderful moment.

At least, this condition is reflected from this picture, when i gathered with them, many scientist and also many religiusmen.

it was on IPB Bersholawat event, the biggest sholawat event in Bogor Agricultural University. that agenda was conducted on May 2016 at GWW IPB Dramaga.

Hopely with sholawat, we can get more and more guidance from the God that has sent his last messenger, he's Muhammad SAW. Majelis sholawat is easier heart touching than other methodes aimed to invite everyone for knowing the religion.

Kamis, 28 Juli 2016

Berjuang untuk dan karena Cinta

Berjuang untuk dan karena Cinta

“pohon kuat dan besar tak tumbuh di lahan budidaya, tapi dari hutan belantara”, 
Sebuah ungkapan yang menggambarkan sosok yang hendak saya ceritakan nanti. Sebuah inspirasi nyata yang hidup dan bercerita dalam bayangnya. Menjadi energi-energi yang tak ada habisnya untuk menyinari seluruh sudut masyarakat dan dunia. Menjadi teladan bagi siapa yang terlahir dari nutfahnya dan kerabat tetangga. Sang pahlawan bangsa, yang turut mengemban visi negara; “mencerdaskan kehidupan bangsa”.
Adalah Farkhan, sebuah nama yang sederhana yang jelas menggambarkan siapa dia. Arti “gembira/senang” yang ada dalam makna bahasa arab satu kata itu setidaknya tergambarkan wajah senyumnya.
Ia bukanlah orang kaya, bukan pula pejabat, kiai, tentara, pahlawan perang, atau tokoh besar dunia, namun setidaknya beliau telah menjadi orang terkaya dalam hatinya, pejabat dalam keteguhannya, kiai keluarganya, tentara dalam imannya, pahlawan bagi anak-anaknya, dan tokoh bagi saya, penulis cerita. Sang cita-cita yang tak ada wacana. Terjun langsung dengan niatan muliya. Tak ada sponsor proyek pengembangan masyarakat layaknya CSR perusahaan. Tak ada iming-iming dunia yang melintas, hanya ada satu modal dalam kata; “perjuangan”.
Ibarat benih, beliau adalah benih dengan vigor  terbaik yang mampu tumbuh di lingkungan subnormal. Ibarat tanaman, beliau adalah spesies yang sudah teraklimatisasi dan tahan terhadap cekaman lingkungan salin. Yang diragukan menjadi kebanggaan. Yang lemah menjadi kuat. Yang terpinggirkan menjadi pusat dilingkungannya. Ialah Farkhan.
Masa Kecil
1951, tepatnya dihari Ahad Pon, Suparman-nama kecil Farkhan-lahir di tengah-tengah masyarakat Glagahan. Suparman adalah anak ke 6 dari 7 bersaudara. Dari keluarga sederhana, beliau memiliki mimpi besar. Beliau memiliki tekad yang kuat untuk mendapatkan pendidikan yang lebih baik.
Tahun 1961, Suparman sekolah di bangku Madrasah Wajib Belajar (MWB) di desa Tengguli 2, Jepara. Cerminan kecerdasan Suparman sudah terlihat sejak kecil. Suparman selalu mendapat nilai terbaik di sekolah itu. Sebuah Sekolah dasar yang didirikan oleh almarhum Kiai Rachmat, tokoh agama di desa Tersebut.
Suparman sekolah dengan kondisi yang sederhana. Tidak ada sepatu dan tidak ada seragam sekolah bahkan buku sekalipun. Semua dijalani dengan sebaik-baiknya murid. Beliau tekun dan sabar dalam belajar meski dengan keterbatasan.
Remaja
Niatan keras belajar Supahman terbukti kuat selepas lulus MWB Tengguli (setara dengan MI). Dikala pendidikan dirasa tidak terlalu penting bagi masyarakat desa, Suparman bertekad untuk ikut mengaji di ponpes nya KH.Abdul Hadi, ulama terkemuka di desa Tengguli. ia tercatat belajar disana selama kurang lebih satu tahun. Ia menamatkan beberapa pelajaran disana, mulai dari ilmu alat (nahwi sorof) dan ilmu lainnya.
Kecerdasan Suparman terlihat jelas di sekolah nonformal ini. singkat cerita, ia menjadi murid kinasihnya KH. Abdul Hadi. Suparman yang keseringan sakit dan tidak masuk sekolah akhirnya di panggil oleh sang guru. KH. Abdul Hadi kemudian mengubah nama Suparman menjadi “Farhan” yang artinya “gembira”.

“sekarang namamu saya ganti menjadi Farkhan, Suparman itu artinya orang sakit” ucap beliau. Beliau menambahkan dan mengumumkan di depan teman-teman Suparman bahwa siapapun yang masih memanggil nama Suparman haram mulai dari sekarang, imbuhnya.

Penggantian ini diperkuat dengan pengumuman KH. Abdul hadi di forum Muslimatan, forum ibu Nahdliyyat bahwa nama anak dari ibu Kamsinah, ibu Suparman, telah diganti menjadi Farkhan.
Di madrasah ini, Farkhan, membiayai dengan usahanya sendiri, dengan mengumpulkan uang sedikit demi sedikit untuk biaya sekolah.
Selepas satu tahun belajar di KH. Abdul Hadi tengguli, Farkhan melanjutkan belajar mengaji Qur’an ke salah seorang Kiai terkemuka di Bangsri. Beliau adalah KH. Alhafidz, ayahanda Hj.Muyassaroh pengasuh Ponpes Darut ta’lim Bangsri. Kiai ini merupakan kiai yang terkenal dengan Qiro’ah Quran yang sangat baik.
Tanpa ada yang menyuruh, Farkhan dengan beberapa kawan-kawannya berangkat mengaji setiap jam 4 sore tiap hari. Perjalan mengaji dari rumah tidaklah dekat. Dari desa Tengguli sampai Bangsri kurang lebih 2-3 KM. Beliau lakukan dengan jalan kaki. Dan itu setiap hari.
Dari Kiai Hafidz lah beliau belajar membaca dan memaknai arti Qur’an. Ini menjadi modal beliau untuk mengabdi di masyarakat. Belajar mengaji ini dilakukan kurang lebih selama satu tahunan.
Penggembala Ternak.
Sejak sekolah di MWB Tengguli 2, Farkhan kecil sudah terlatih mandiri dan pekerja keras. Beliau dari MWB sudah menggembalakan kambing. Kegiatan ini beliau lakukan setiap kali selesai sekolah.
Bukan kambing sendiri, tapi kambingnya salah seorang polisi bangsri. Ya tentunya ada imbalan yang ia dapat dari kambing orang yang ia pelihara.
Nasib baik menghampiri beliau, dari yang awalnya menggembala kambing menjadi menggembala sapi, begitu ceritanya. Tentunya ini menjadi lebih menguntungkan secara priibadinya
Meniti Karir
Semenjak remaja, Farkhan mulai menjadi ketua Jam’iyyah Qori’ di MI Tengguli yang di ajar oleh Ust.Akhmad Sa’dan. Murid jam’iyyah ini adalah anak-anak dan remaja sekitar Mi itu. Termasuk Suyati, gadis Oro-oro yang kelak menjadi istri farkhan.
Beliau tercatat pernah memperbaiki suara dengan melakukan “cor” di Kudus, sebuah treatment untuk memperbaiki kualitas suara.
Menginjak usia 26an, ada cerita ia berbincang-bincang dengan Mustahar, teman akrab Farkhan.
“parkan, kamu nanti mau kemana kalau sudah dewasa?”, tanya Mustahar.
“Aku pengen ke daerah yang minus pendidikan kang” jawab Farkhan.
“aku pengen nikah dan menikahi wanita sabagai sarana untuk berjuang mendirikan agama Allah disana”, mantab farhan menjawab.
Tahun 1977, pada usia 26 tahun, farkhan menikahi gadis asal oro-oro, sebuah tempat di dusun Kemlokomanis tengguli yang masih minus pendidikan dan agama. Berawal dari perkenalan di jam’iyyah Qori MI Tengguli, Suyati, yang merupakan murid dalam majelis itu, tak disangka mengesankan tatapan mata farkhan yang kala itu menjadi ketua jam’iyyah. Singkat cerita, Farkhan kesengsem  dengan Suyati dan berencana menikahinya.

Yang perlu digaris bawahi adalah Sosok farkhan yang menikahi Suyati atas dasar memperjuangkan agama Allah, yang merupakan menjadi niatan pertama, cinta yang mendasari kekuatan cinta Farhan yang tidak hanya menjadi cinta nafsu belaka.

Awal perkenalan Farkhan-Suyati adalah melalui surat. Tidak ada pacaran kala itu.
Satu bulan lamanya mereka menjalin cinta dalam surat menyurat. Setelah jawaban lamaran diterima, Farkhan langsung melamar dan menikahi Suyati, gadis oro-oro yang sukses memikat hati Farkhan. Tahun 1977.
Perjuangan Dimulai
Sesuai dengan niatan awal, Farkhan memutuskan untuk tinggal di lingkungan masyarakat sang mertua di wilayah Oro-oro. Dilingkungan barunya itu, Farkhan dan istri memulai kehidupan baru untuk mengikuti jejak sang Rasul untuk membangun surga dunia.
Tahun 1979, dua tahun selepas menikah, farkhan memulai perjuangannya. Berawal dari mendidik bocah-bocah kecil sekitar rumah untuk mengaji Al-Qur’an. Dibantu mertuanya, Farkhan membuat sebuah langgar kecil yang terbuat dari tratak Welet, sebuah anyaman dari daun Rembulung dan berdinding Gedek (bambu) dimana proses belajar dilakukan. Dengan dukungan masyarakat, dibantulah Farkhan untuk membangun Langgar kecil tersebut. Alhasil, ada bantuan langgar dari Kalitelon, kampung sebelah, untuk hibah dan inilah cikal bakal musholla sekarang.
Murid-murid beliau bukanlah orang lain, tapi tetangga-tetangganya sendiri yang belum banyak yang bisa mengaji. memang daerah Oro-oro merupakan tempat yang kurang terjangkau pengajaran Agama. Wilayahnya cukup terpencil disekitar kali dan sawah dan cukup jauh untuk menjangkau musholla ataupun masjid, apalagi pondok pesantren.
Disana tempat orang-orang bermaksiat, dan kebodohan. Tak ada cahaya-cahaya agama sama-sekali. Ada tapi masih sedikit. Diantara murid pertama Farkhan adalah Mulyadi, Sartam, dan tetangga-tetangga yang sekarang masih hidup, dan menjadi bagian dari masyarakat madani Oro-oro. Beliau mantab bahwa setidaknya walaupun tidak bisa menghilangkan 100 persen kemaksiatan, setidaknya maksiat bisa berkurang.
Sebenernya, sebelum menikah pun, Farkhan sudah mengajarkan pengajian kepada masyarakat di Glagahan, tempat orang tua Farkhan tinggal.
Farkan membangun Langgar pertama itu dengan ukuran 5 x 8 meter. Dengan alaskan Lampit, anyaman dari daun pandan, dan penerangan lampu Petromaks yang masih populer pada zaman itu. Belum ada listrik waktu itu.
Perjuangan ternyata tidak semua mulus. Dalam cerita kebaikan selalu saja ada yang tidak suka dengan apa yang dilakukan Farkhan.
Disuatu malam, datang lah beberapa orang yang mencoba merusak Langgar Farkhan itu. Gedek pengimaman di coba untuk di robohkan.
Meski farkhan tahu siapa pelakunya, tapi farkhan tidak marah. Katanya, itu bagian dari proses berjuang. Bahkan ada kabar bahwa orang-orang yang memusuhi Farkhan lambat laun malah menjadi orang yang dekat dengan farkhan.
Tidak hanya Farkhan saja, Suyati, Istri farkhan juga terkena imbasnya. Beberapa kali Suyati di cemooh karena mau menjadi istri Farkhan. Bahkan ketika sedang mencuci pakaian suaminya di kali tambak, Suyati diolok-olok oleh mereka yang membenci Farkhan. “ngapain kamu mau nyuciin orang kaya dia”, ucap mereka dengan sinis.
Setelah kejadian itu, Langgar kembali diperbaiki. Masyarakat di himbau kembali untuk mengikuti pengajian. Dilaporkan ada 50 murid yang mengikuti pengajian setiap malam. Sungguh prestasi yang luar biasa.
Tidak hanya itu, Farkhan mendinamisasi metode ngaji dengan memberagamkan kegiatan pada setiap malamnya. Ini bertujuan agar peserta didik tidak mengalami kebosanan. Malam senin : Srakalan, Malam Ahad : Fasholatan, Malam Rabu : Dziba, Malam Selasa : tajwid, Malam Jum’at : yasinan. Terkadang biar tidak bosan, beberapa kali Farkhan mendongengkan kisah 25 Nabi dan Rasul kepada anak-anak dan remaja muridnya di Langgar.
Pada Masa berumah tangga ini pula, Farkhan mendirikan Jam’iyyah Manaqib di dua kelompok RT 04 dan sebelah baratnya (Pak Wagiran). Yang sebelah barat masih berjalan sampai sekarang. Farkhan juga pernah menjadi ketua Jam’iyyah Manaqib Nurul Huda. Selain itu, Farkhan juga aktif dalam jam’iyyah Tahtimul Quran Dusun Kemlokomanis, dan masih ada sampai dengan sekarang.
Semakin suksesnya H.Daryoso, Adik dari istrinya, H.Daryoso lah yang menyumbang dana terbesar dalam transformasi langgar menjadi musholla dengan dinding tembok, atap genting dan beralaskan tekel. Dan musholla yang diberi nama Sabilul Ulum ini kemudian di pugar dan dibangun lebih megah lagi atas dukungan bos mebel ini juga. Semoga menjadi amal jariyah bagi beliau.
Beberapa murid Farkhan sekarang banyak yang bertemu jodohnya di Musholla itu. Mungkin lebih dari 10 pasangan yang ketemu jodohnya di Musholla Sabilul Ulum sederhana itu. Patut menjadi kenangan indah dalam kasih dan sayang.
Sekarang pula, Farkhan yang telah memiliki 5 putra ini menjadi imam skaligus khotib sholat Jum’at selapan hari sekali di masjid Baitur Rohman Kemlokomanis. Beliau sering kali muncul dan di undang diacara keagamaan yang diadakan masyarakat. Kecintaan Farkhan terhadap masyarakatnya masih terlihat sampai sekarang, dikala ia telah berusia 65 tahun. Farkhan selalu tak ada kata menolak ketika dimintai tolong untuk mengisi atau membantu masyarakatnya.
Perjuangan Cinta
Perjalanan asmara farkhan tidak selamanya mudah. “Ya.. bagaimana tidak mudah, kenal saja tidak loh sama dia” kata farkhan. Hanya sebulan surat menyurat, cantik memikat, langsung dilamar. Awalnya saja Farkhan tidak direstui oleh Orang tuanya sendiri atas keputusannya ini.
Memang, dalam keluarga, farkhanlah yang mendidik istrinya untuk menjadi istri sebaik-baiknya. Mulai dari adab, mengaji Alqur’an dan lain sebagainya. Farkhan tidak pernah lupa menafkahi anak dan istrinya. Ia selalu mengalah untuk istrinya. “ya bagaimana lagi, karena keutuhan keluarga ini jauuuh lebih penting dibandingkan yang lain, karena pernikahan ini adalah sebagai sarana saya untuk berjuang. Jadi kalau ada apa-apa, datang badai bencana rumah tangga, saya akan berusaha mempertahankannya,  sampai matipun, karena artinya, kalau saya gagal dalam rumah tangga, maka saya gagal dalam perjuangan di masyarakat  ini, meski konsekuensinya saya selalu mengalah kepada istri ” ucap farkhan.
Selalu yang tertanam dalam benak Farkhan adalaah, gagal dalam perjuangan adalah sesuatu yang tidak baik. inilah Perjuangan untuk cinta dan mencitai karena perjuangan.
Diakui farkhan, Suyati adalah orang yang cantik dan sangat sayang kepada suami dan anak-anaknya. Dia juga sangat perhatian. “Suyati adalah wanita terhebat yang saya kenal”, tegasnya. Memang dibalik laki-laki yang hebat ada wanita yang hebat pula.
Beliau berprinsip “Rumah tangga ini gak akan ada ucapan yang menjadikan nesu. Selalu berprinsib ramah tamah”, tandasnya. Memang, Farkhan tidak pernah memarahi siapapun, apalagi terhadap anak dan istrinya. Karakter ramah dan sabarnya memang luar biasa. Beberapa kali Farkhan mampu mendamaikan tetangga dan membuat orang-orang mendapatkan jalan menuju hidayahNya.
Farkhan selalu bersyukur dengan apa yang ia dapatkan. Beliau berprinsip, selama masih kuat bekerja, Farkhan tidak akan berhenti karena mencari nafkah adalah bagian dari Jihad Fisabilillah.
Kesuksesan farkhan dalam mendidik anak diantaranya adalah karena beberapa hal. Diantara nya beliau selalu istiqomah dalam beberapa kegiatan, termasuk istiqomah dalam memberikan contoh baik kepada siapapun, terlebih kepada anak-anaknya.
Diantara amalan rutin yang ia lakukan setiap hari adalah Sholat Qobliyah Ba’diyah, Sholat tahajud dan hajat ijazah dari Pak Akhyar, Sering mendoakan anak, ngaji Alqur’an rutin setiap selesai sholat subuh (2-3 Maqro’), khatam 30 Jus dalam satu bulan ramadhan, dan ikut Toriqoh Syadziliyah tapi tidak rutin dan masih banyak lagi.
Pria yang sudah tua ini dulu ternyata bercita-cita mondok di Jawa Timur, tapi karena kurang biaya jadi ia urungkan. 

Ia berwasiat kepada anak-anaknya untuk menjadi anak yang sholeh, tercapai semua cita-citanya dan  dalam menjalani kehidupan tidak lupa dengan perjuangan islam.

Sepenggal cerita darinya, Pejuang Bangsa dan Agama


Inspirated by true story of someone in Kemlokomanis
Bogor, 29 juli 2016,


Robbighfirli waliwa lidayya warhamhuma kama robbayani shoghiro