Tentang Anak
catatan
Anak adalah anugerah yang
diberikan Allah kepada setiap orang tua. Luarbiasanya, setiap anak ditakdirkan
menggemaskan dan lucu, serta sangat membahagiakan bagi siapapun yang
dianugerahi, baik laiki-laki maupun perempuan. Kondisi anak pun berbeda-beda,
ada yang baik, penurut, pembangkan, berani, suka menantang, berprestasi,
penakut, nakal dan sebagainya. Sejauh ini di Kampung, banyak masyarakat yang
beranggapan bahwa mengenai anak adalah dunia anak itu sendiri. Masyarakat masih
banyak yang luput perhatian mereka atas faktor interaksi dan pengaruh
lingkungan dimana anak-anak itu tumbuh, seperti siapa keluarganya, tetangganya,
dan lingkungan bermainnya. Hal ini yang penulis anggap sebagai hal yang perlu
diperbaiki.
Dalam realita, penulis melihat sendiri bagaimana persepsi orang tua kebanyakan yang cenderung melihat anak mereka sebagai individu mereka sendiri. Dengan konsekuensi bahwa mereka adalah sepenuhnya takdir baik fisik, mental, daya pikir (IQ), maupun perilakunya. Akhirnya, beberapa diantara mereka membanding-bandingkan dengan anak tetangga yang lebih gemilang, seraya merendahkan anak mereka dihadapan bocah tersebut. Padahal itu mungkin karena satu hal kecil yaang memang tidak dikuasai anak tersebut.
Beberapa orang tua merasa bahwa anak yang mereka punya telah ditakdirkan bodoh. Tidak seperti anak si A atau B yang lebih pintar. Parahnya lagi, mereka tidak mau tahu dan selalu menuntut anak-anak mereka menjadi sesuatu yang mereka inginkan tanpa disadari memberikan contoh keteladanan. Orang tua akhirnya seolah menjadi diktator bagi anak-anak mereka. Mereka tidak tahu bahwa semakin di paksa anak akan semakin sulit dikendalikan. Beberapa bahkan menyerah terhadap perilaku anak-mereka yang sudah membuat mereka malu dihadapan masyarakat umum. Lalu apa yang perlu dilakukan? Apakah ini memang kesalahan dari individu anak itu sndiri?
Kali ini, saya menikmati sebuah buku bacaan yang ditulis oleh Bunda Ve berjudul “Gadis Kecil itu Bernama ARA”. Buku ini mengisahkan begitu pentingnya sebuah pembelajaran bagi siapapun yang sedang mengasuh dan mengarahkan anak, termasuk sebagai orang tua. Itulah yang saya sebut sebagai “education for parent”. Banyak orang bisa ‘membuat’ anak tapi tidak bisa merawatnya. Merawat dalam hal ini tidak hanya mengenai kebutuhan biologis sang anak, namun lebih jauh lagi. Yakni mengenai kasih sayang dan pendampingan, hingga membuat anak tumbuh berkembang dengan baik baik fisik maupun psikologisnya.
Ara, seorang anak yang diceritakan dalam buku tersebut digambarkan sebagai gadis kecil yang sangat penurut. Meski penurut, sifat ini tidak berkorelasi positif dengan hasil akademiknya. Ara telah membuat Ibundanya, Ibu Maryam, mengelus dada akibat hasil raport dan ulangannya yang buruk. Ara dianggap anak yang bodoh, idiot, slow learner, dan tidak percaya diri. Kondisi ini yang akhirnya ditemukan oleh seorang pendamping bernama Bunda Ve, yang kemudian menjadi pendamping Ara dan menulisnya dalam bukunya kali ini.
Setelah diselidiki oleh Bunda Ve, salah satu faktor terbesar keterpurukan Ara adalah akibat perlakuan orang tua mereka sendiri. Tidak bisa dipungkiri, kondisi sulit dalam keluarga dan ketidak tahuan orang tua dalam mengarahkan anaknya membuat kondisi keluarga Bu Maryam seperti ini. Secara tidak sengaja, Bu Maryam telah menggiring Ara dalam kondisi yang lemah. Dia telah mematikan potensi yang ada dalam diri Ara. Perlakuan ini digambarkan dalam berbagai hal, seperti perkataan yang memfonis, tidakan yang melarang, memaksa, membentak, dan lain sebagainya. Hal-hal sederhana yang tidak disadari mampu membunuh karakter anak.
Lewat pendampingan yang dilakukan Bunda Ve, perlahan Bu Maryam di bimbing untuk mengubah persepsi terhadap anaknya. Pertama yang ia lakukan adalah mengubah persepsi sang Bunda agar memandang Ara sebagai anak yang pintar, dan gemilang. Bunda Ve menggiring agar fokus kepada karakter Ara yang baik, dan membuang jauh karakter sebaliknya. Begitupun pendampingan yang dilakukan kepada Ara, dibantu dengan asisten Bunda Ve- Miss Eva, Ara dibuat menjadi anak yang percaya diri dan berani mendobrak apa yang divoniskan orang tua dan guru Ara sebelumnya. Sekali lagi menggunakan metode yang sederhana. Yakni dengan mengajak bermain, selalu di puji (apresiasi), dan selalu gembira. Semua dilakukan dengan mengubah kata-kata menjadi kalimat yang membangun. Apapun dilakukan dengan menyenangkan, tanpa memfonis Ara sebagai anak yang bodoh.
Akhirnya, foktor pendampingan ‘psikologis’ itu berbuah hasil. Luar biasa, hal yang seakan ranah psikologis itu berdampak pula pada akademis seorang Ara. Ara menjadi percaya diri, periang, dan pintar. Ara juga naik kelas dengan nilai akademis yang sangat memuaskan. Dari buku tersebut penulis berpendapat bahwa menjadi orang tua bukan hal yang sederhana. Prof.Sumantri mengatakan bahwa kegagalan anak usia sekolah, baik akademik maupun bidang lainnya, bukan karena mereka bodoh, melainkan karena kurang percaya diri. Oleh karenaya, sebagai orang tua maupun calon orang tua harus belajar bagai mana menjadi orang tua sesungguhnya, yang memberikan cinta sepenuhnya.
Jepara, 30 September 2017